Seni Tari Wayang Jayengrana



Tari Jayengrana merupakan salah satu genre tari Wayang gaya Sumedang yang berkarakter satria ladak. Tarian ini menarik untuk dijadikan materi pada ujian Tugas Akhir minat utama penyajian. Bentuk ketertarikan ini, pertama pada latar belakang ceritanya bersumber pada wayang menak yang berbeda dengan tari wayang pada umumnya. Kedua, tarian ini memiliki karakter yang relevan dengan kepribadian penulis.Tarian Wayang Jayengrana ini masih diajarakan dan ditampilkan oleh anak didik yang ada di sanggar Kencana Ungu yang berada di Cirebon.Sebagai tantangan pada minat penyajian terdapat dua aspek yakni memiliki kualitas menari yang prima dan kemampuan berkreativitas. Oleh karena itu, masalah yang diusung terbatas pada bagaimana mewujudkan kualitas kepenarian yang didukung dengan daya kreativitas. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan teori gegubah sebagai pisau pembedahnya. Adapun metode untuk merealisasikan teori dipilih langkah-langkah penguasaan materi/nyantrik, merancang tafsir garap, merekomposisi struktur tarian, dan merekomposisi koreografi. Kemudian langkah-langkah ini ditindaklanjuti dengan kegitan eksplorasi, evaluasi, dan komposisi.Sebagai hasil dari gubahan ini dapat diwujudkan tari Jayengrana dengan sajian yang baru karena telah mendapatkan sentuhan kreativitas. Pada koreografi bagian awal dan akhir ditambahkan ragam gerak sebagai upaya pengayaan, bagian tengah dilakukan pemadatan dan pengolahan variasi. Unsur iringan tari otomatis ada perubahan juga menyesuaikan dengan koreografinya. Bagian awal ditambah kakawen, bagian tengah tetap menggunakan lagu tumenggungan, serta bagian akhir ditambah dengan senandung dalang dan ending rubuh. Pada aspek rias diberikan penegasan garis wajah pada bagian kumis dan cedo. Adapun aspek busana tidak mengalami perkembangan apapun, karena sudah mewakili ciri khas tari Wayang. Jayengrana adalah julukan dari Amir Hamzah yang terdapat dalam cerita berjudul Wong Agung Menak Jayengrana yang merupakan hasil karya sastra Islam. Kisah ini menceritakan tokoh Amir Hamzah pada saat menyebarkan agama Islam ke berbagai daerah yang dikuasai kerajaan-kerajaan tertentu. Ketika ia menyebarkan agama Islam di wilayah kerajaan Kanjun, Amir Hamzah harus berperang karena penguasa setempat menentang apa yang dilakukan oleh Amir Hamzah. Jayengrana berasal dari kata jaya ing rana. Jaya bermakna menang, ing bermakna dalam, dan rana bermakna perang. Dengan demikian, tari Jayengrana merupakan tarian yang bertemakan peperangan yang di dalamnya terdapat perwatakan tokoh yang bangga dan gembira karena telah memenangkan peperangan. Tari tunggal ini menggunakan satu macam gending sebagai unsur wiramanya, dengan lagu saliwet tumenggungan yang berpola irama sedang. Dari segi riasnya yang paling menonjol, yaitu pada garis-garis wajah. Di antaranya, titik tengah kening terlukis pasung, alis masekon, jembang mecut, kumis satria, dan bibir bagian bawah terlukis cedo satria. Adapun dari segi busana, tokoh Amir Hamzah ini dilengkapi dengan geulang kaki, celana sontog, sinjang dodot satria, benten melingkar di pinggang, soder payun, soder pengker, dan keris terselip di pinggang. Di antara soder payun teruntai tali uncal, di bawah dan di atasnya terdapat hiasan boro atau tutup rasa, serta di sisi-sisinya terdapat hiasan anak boro atau samir.

tari Jayengrana sendiri diciptakan pada tahun 1942. Tarian ini diilhami oleh kelincahan langkah-langkah, di mana langkah-langkah tersebut dinamikanya cepat dan langkahnya kecil-kecil. Oleh karena itu tidak heran jika tari Jayengrana terdapat langkah-langkah kaki yang cepat, lincah, dan ringan. Gerakan terebut disebut mincid alit atau mincid galayar. Tari Jayengrana sendiri diciptakan pada tahun 1942. Tarian ini diilhami oleh kelincahan langkah-langkah, di mana langkah-langkah tersebut dinamikanya cepat dan langkahnya kecil-kecil. Oleh karena itu tidak heran jika tari Jayengrana terdapat langkah-langkah kaki yang cepat, lincah, dan ringan. Gerakan terebut disebut mincid alit atau mincid galayar.

Susunan gerak tari dari Tari Jayengrana, antara lain :

1. Keupat ecek (kaluar)

2. Calik rakit (Caik Jengkeng): sembah, silang tangan, sembah cepat, buka selendang kebet.

3. Adeg-adeg: capang, sembada, bata rubuh malik ka gigir, sumpingan, sembada, ke belakang, ambil selendang, keubeut, keupat acak.

4. Adeg-adeg: capang, sembada, capang aneka, cindek tangan, kanan galier, tumpang tali galier, ungkleuk, empat kali bilang, cindek gelenyu, kiprat, engkeg gigir.

5. Gedig Capang: mundur (balik ke belakang) ambilselndang kebet, keupat ecekdua tangan.

6. Kebet selendang katuhu,

7. Kebet Selendeng, Jalak Pengkor, Obah Taktak: tangan di atassambil melihat tangan kanan dan kiri.

8. Kebe Selendang: Ungkleuk sambil megang selendang, cukag gigir, kebet selendang.

9.Kebet Selendang: baksorai, mamandapan, calik sembah, pulang keupat ecek.

Mengadakan latihan tari Jayeng menjadi salah satu cara untuk melestarikan tarian ini. Ade Rukasih Hasiat menjadi pelatih tari Jayeng yang bertempat di sanggar tari Dangiang Kutamaya, Cibenda.

Tari wayang merupakan kesenian yang tidak hanya berkembang dikabupaten itu sendiri namun berkembang dimana mana . berikut ini riwayat singkat Rd.Ono Lesmana Kartadiakusumah : Rd. Ono merupakan salahsatu seniman tari yang cukup terkenal pada masany. Ia lahir di Cibat,Garut pada tanggal 9 Juni 1901 dari pasangan Rd. Soemantapura dan Rd. Ratnamoelia yang pada saat itu menjadi wedana Cibatu Garut.

Perancangan tari ini sudah dilakukan sejak tahun 1942 namun tari ini baru terwujud secara utuh pada tahun 1946. Pada masa tersebut suasana msyarakat sedang tertekan di bawah kekuasaan Jepang, namun tidak menghentikan upaya kreatifnya dalam menciptakan karya tari. Kemudian terciptalahoTari Jayengrana ini penciptaannya terilhami oleh langkah-langkah anak ayam ketika sedang berebut makanan dengan induknya. Langkah-langkah anak ayam tersebut dinamikanya cepat dan kecil-kecil (incid alit). Selanjutnya Rd. Ono mengaplikasikan hal ini ke dalam gerak langkah kaki dengan dinamika dan jarak melangkah kecil-kecil. Hubungan gerak dengan karakter dan suasana tema yang akan diungkapkan sangatlah harmonis, sehingga tidak mengherankan apabila dalam tari Jayengrana terdapat banyak langkah-langkah kaki cepat, lincah dan ringan. Dalam istilah tari Sunda gerak ini sering disebut dengan minced alit atau minced galayar. Rd. Ono merancang untuk membuatsebuah tarian yang ide ceritanya diambil dari Serat Menak, yang akhirnya jadi Tari Jayengrana. Tarian ini merupakan gambaran kegembiraan Jayengrana ketika bebas dari penjara Raja Kanjun. Kejadian ini tidak lepas dari bantuan dua putri cantic yaitu kekasihnya yang bernama Sudarawerti dari negara Parang Akik dan Sirtupulaeli dari negara Kursenak. Tarian ini bertemakan kegembiraan (Sumiati, 2014, hlm. 122). Perlakuan mentransformasi tari Jayengrana oleh seniman pada setiap ruang dan waktu dipengaruhi oleh adanya suatu sistem. Sistem yang menggiring kepada laku kreatif didasarkan pada maksud dan tujuan pencapaian yang diinginkan. Oleh karena itu filosofi transformasi bentuk pada tari Jayengrana secara diakronik dari Sumedang ke Bandung akan dianalisis berlandaskan pada maksud seni (purpose of art) menurut Rathus. Setiap agen seni memiliki kondisi yang berbeda-beda dalam menterjemahkan maksud seni tersebut tergantung pada kebutuh-an sistemnya. Keberangkatan Ono dalam mengartikan sebuah seni dilandasi dengan kemampuan untuk berkreativitas, dilanjutkan dengan proses penciptaan.































































































0 komentar