Profil



Sangar Seni Kencana Ungu merupakan salah satu dari banyaknya sanggar yang berada di Cirebon, tepatnya berada di Jl. Raya Sunan Gunung Jati Desa Mertasinga No.007 Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon. Sanggar Kencana Ungu dipimpin oleh Bapak E. Panji Jaya Prawirakusuma, sanggar ini berdiri tahun 1980 namun dalam mengembangkan sanggar ini tidak berjalan mulus banyak jatuh bangun dan rintangan yang didapat oleh beliau, pada tahun 1989 sanggar ini dapat berdiri dan berkembang hingga sekarang. Nama awal sanggar ini adalah Putra Kusuma, namun ada perubahan nama menjadi Sanggar Seni Kencana Ungu yang saat ini banyak dikenal oleh masyarakat khususnya di wilayah Cirebon.


Sekurang kurangnya ada 6 jenis kesenian di sanggar ini yaitu, Tari Topeng, Wayang, Wayang Gong, Sintren, Upacara Adat dan Gembyung. Tari wayang terdiri dari beberapa jenis diantaranya:
1. Tari wayang Adipati Karna
2. Tari Raden Ganda Mana
3. Tari Jayang Rana
4. Tari Dewi Banowati
5. Tari Raden Gatot Kaca

Jenis tari ini dibedakan berdasarkan busana, karakter topeng, properti, gerakan, susunan letak penari, dan tata rias yang digunakan. Tari wayang Adipati Karna berasal dari Cirebon dan mulai dipopulerkan sekitar tahun 1970, alat musik yang digunakan biasanya menggunakan gamelan lengkap atau kaset namun, saat ini yang sering digunakan adalah kaset selain praktis, dalam hal biaya pun terbilang lebih murah.

Tari Adipati Karna termasuk kedalam kategori Tari wayang. Berdasarkan Gerakan Dasar tarinya, Tarian ini juga termasuk kedalam Tari Putra Halus. Seperti yang kita ketahui dalam cerita pewayangan, Adipati Karna adalah putra dari Dewi Kunti, yaitu putri Prabu Kuntiboja di Madura. Waktu muda ia bernama Suryaputra. Waktu Dewi Kunti belum bersuami ia telah hamil karena mempunyai ilmu dari Begawan Druwasa, dan ilmu itu tidak boleh diucapkan dalam sinar matahari (siang hari). Jika diucapkan dalam sinar matahari ia akan jadi. hamil. Tetapi Dewi. Kunti lupa akan larangan itu, maka hamillah ia. Oleh pertolongan Begawan Druwasa, kandungan itu dapat dilahirkan keluar dari lubang kuping, maka diberi anak itu diberi nama Karna (karna berarti kuping).Karna diaku anak angkat oleh Hyang Surya. Waktu Karna dilahirkan lalu dibuang ia ditemukan oleh Prabu Radea, raja di Petapralaya, terus diaku anak dan diberi nama Radeaputra.


Setelah dewasa, ia berkenalan dengan seorang puteri di Mandraka bernama Dewi Surtikanti. Perkenalan itu diketahui oleh Raden Pamade, hingga terjadi perang tanding. Karna mendapat luka di pelipis dan akan dibunuh oleh Pamade. Tetapi Hyang Narada, turun dari Kahyangan untuk mencegah kehendak Pamade itu dan Narada menerangkan, bahwa Kama itu saudara Pamade (Pandawa) yang tertua, malah seharusnya Pamade membantu perkawinan Karna dengan Surtikanti. Dan seketika itu juga Hyang Narada menghadiahkan mahkota. pada Karna untuk menutup luka di pelipisnya.

Pamade dan Karna pergi ke Awangga dan membunuh raja raksasa di Awangga bernama Prabu Kalakarna, yang, mencuri Dewi Surtikanti. Kemudian Surtikanti dihadiahkan kepada Karna untuk jadi isterinya dan Karna bertahta sebagai raja di Awangga berpangkat Adipati, suatu pangkat yang hampir setara raja, dan bergelar Adipati Awangga. Karna kesatria sakti dan mempunyai senjata bernama Kunta Wijayadanu.

Dalam perang Baratayudha, Karna berperang dengan Arjuna, saudara sendiri, hingga Karna mati dalam perang sebagai kesatria. Tewasnya Adipati Karna dalam perang Baratayuda dianggap utama karena ia mati dalam perang untuk membela negeri Hastinapura, setia hingga mati, tak memandang bermusuhan dengan saudara sendiri. Teladan keutamaan Adipati Kama ini dikarang oleh KGPAA Mangkunegara IV untuk pengajaran pada kerabat dan tentara Mangkunegaran, tetapi umumnya juga diikuti oleh khalayak. Buku tersebut berjudul Tripama.

Jumlah penari Adipati Karna biasanya berjumlah 1, 3, 5, atau 7 orang tergantung dari kenutuhan atau permintaan, lagu utama yang digunakan untuk mengiringi tari wayang Adipati Karna yaitu lagu Semarangan, pewatakan tokoh wayang ini dalam bahasa jawa disebut Satria Ladak yang artinya ksatria. Pagelaran seni wayang ini biasanya digelar di Keraton Kasepuhan Cirebon ataupun di acara pementasan sebuah instansi. Seni tari wayang ini bisa digunakan untuk acara resmi maupun tidak contohnya seperti memperingati hari jadi Kabupaten Cirebon, memperingati haul, upacara adat pernikahan dan lain sebagainya. Namun sayangnya pada zaman sekarang, tari wayang Adipati Karna kurang populer di kalangan masyarakat karena sedikitnya jumlah orang yang bisa menari wayang tersebut dan tidak semua sanggar seni memiliki wayang Cirebon, hal ini lah yang membuat tari wayang semakin tidak populer.