Seni Gembyung Cirebon


Indonesia adalah negara dengan ragam kebudayaan yang melimpah. Tak tanggung-tanggung, Indonesia mendapat gelar sebagai negara dengan suku bangsa terbanyak di dunia. Tidak hanya itu Indonesia juga memiliki jumlah bahasa daerah terbanyak. Namun, akhir-akhir ini Indonesia mulai terpengaruhi oleh era globalisasi. Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Mulai dari perkembangan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi, hingga kebudayaan sekaligus. Hal ini berpengaruh besar bagi gaya hidup masyarakat Indonesia yang mulai beralih ke barat-baratan dan mulai meninggalkan kebudayaan asli. Begitu prihatin jika kita melihat seni pertunjukan tradisional saat ini pasalnya hanya sedikit orang yang meminatinya daripada seni pertunjukan yang modern dan glamor. Sebagai contoh pertunjukan seni tari tradisional kalah saing dengan modern dance dari Korea atau yang biasa disebut “K-pop”. Tidak hanya seni tari, seni pertunjukan drama juga mengalami penurunan seiring berjalannya waktu. Contohnya seperti pertunjukan ketoprak, ludruk, wayang dan lain-lain.


Ada satu kesenian yang merupakan warisan para Wali yaitu Seni Gembyung. Seni ini berasal dari Kota Wali yaitu Cirebon.

Seni Gembyung adalah pengembangan dari kesenian Terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Seperti halnya kesenian terbang, gembyung digunakan oleh para wali yang dalam hal ini Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di Cirebon. Kesenian Gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacara-upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Rajaban dan Kegiatan 1 Syuro yang digelar di sekitar tempat ibadah. Seni ini adalah jenis musik ensambel yang di dominasi oleh alat musik yang disebut waditra.

Melalui perkembangannya Gembyung tak hanya bisa dijumpai dalam lingkungan pesantren saja melainkan sudah berkembang dan dapat ditemukan di acara-acara adat seperti Khitanan, Perkawinan, bongkar bumi, mapag sri, dan perayaan lainnya.

Kesenian Gembyung dalam pementasannya terdiri dari tiga alat musik yaitu kendang, kempling dan bangker. Kidung yang disajikan dalam pagelaranya antara lain Assalamualaikum, Basmalah, Salawat Nabi dan Salawat Badar.Serta pemainnya mengenakan peci, kemeja putih dan sarung.

Kesenian seperti ini harus tetap dipertahankan karena mengandung nilai sejarah yang sangat kental, Gembyung harus tetap dijaga karena ini merupakan ciri khas dari kota yang memiliki segudang keunikan yaitu Cirebon.

Sejarah Gembyung

Seni Gembyung merupakan salah satu kesenian Cirebon peninggalan para wali yang masih lestari. Gembyung adalah ensambel musik yang terdiri dari beberapa waditra terbang dengan tarompet yang merupakan jenis kesenian bernafaskan Islam. Konon seperti halnya kesenian terbang, gembyung digunakan oleh para wali yang dalam hal ini Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di Cirebon. Kesenian Gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacara-upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Rajaban dan Kegiatan 1 Syuro yang digelar di sekitar tempat ibadah.



Setelah berkembang menjadi Gembyung, tidak hanya eksis dilingkungan pesantren, karena pada gilirannya kesenian ini pun banyak dipentaskan di kalangan masyarakat untuk perayaan khitanan, perkawinan, bongkar bumi, mapag sri, dan lain-lain. Dan pada perkembangannya, kesenian ini banyak di kombinasikan dengan kesenian lain.

Di beberapa daerah wilayah Cirebon, kesenian Gembyung telah dipengaruhi oleh seni tarling dan jaipongan. Hal ini tampak dari lagu-lagu Tarling dan Jaipongan yang sering dibawakan pada pertunjukan Gembyung. Kecuali Gembyung yang ada di daerah Argasunya, menurut catatan Abun Abu Haer, seorang pemerhati Gembyung Cirebon sampai saat ini masih dalam konteks seni yang kental dengan unsur keislamannya. Ini menunjukkan masih ada kesenian Gembyung yang berada di daerah Cirebon yang tidak terpengaruh oleh perkembangan masyarakat pendukungnya.

Kesenian Gembyung seperti ini dapat ditemukan di daearah Cibogo, Kopiluhur, dan Kampung Benda, Cirebon. Alat musik kesenian Gembyung Cirebon ini adalah 4 buah kempling (kempling siji, kempling loro, kempling telu dan kempling papat), Bangker dan Kendang. Lagu-lagu yang disajikan pada pertunjukan Gembyung tersebut antara lain Assalamualaikum, Basmalah, Salawat Nabi dan Salawat Badar. Busana yang dipergunakan oleh para pemain kesenian ini adalah busana yang biasa dipakai untuk ibadah shalat seperti memakai kopeah (peci), Baju Kampret atau kemeja putih, dan kain sarung.


Salah satu peninggalan budaya Islam di Cirebon adalah Seni Gembyung. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian Terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Konon kesenian terbang itu salahsatu jenis kesenian yang dipakai sebagai media penyebaran Agama Islam di daerah Cirebon dan sekitarnya. Kesenian Gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacara-upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Rajaban dan Kegiatan 1 Syuro yang digelar di sekitar tempat ibadah. Entah siapa yang punya ide untuk mengembangkan seni terbang ini dan kapan. Yang jelas kesenian Gembyung muncul di daerah Cirebon setelah kesenian terbang hidup cukup lama di daerah tersebut.

Gembyung adalah ensambel musik yang terdiri dari beberapa waditra terbang dengan tarompet yang merupakan jenis kesenian bernafaskan Islam. Meskipun demikian, di lapangan ditemukan beberapa kesenian Gembyung yang tidak menggunakan waditra tarompet.


Setelah berkembang menjadi Gembyung, tidak hanya dipertunjukkan di lingkungan pesantren atau tempat-tempat ibadah agama Islam, tetapi dipertunjukkan juga di lingkungan masyarakat luas. Bahkan frekuensi pertunjukannya cenderung lebih banyak di lingkungan masyarakat. Demikian juga tidak hanya dipertunjukan dalam acara-acara keagamaan (Islam), tetapi juga dalam acara kelahiran bayi, khitanan, perkawinan dan upacara siklus alam seperti ngaruat bumi, minta hujan, mapag Dewi Sri, dsb. Pada perkembangan lebih lanjut, Gembyung tidak hanya sebagai seni auditif, tapi sudah menjadi seni pertunjukan yang melibatkan unsur seni lain seperti seni tari.

Di beberapa daerah wilayah Cirebon, kesenian Gembyung telah dipengaruhi oleh seni tarling dan jaipongan. Hal ini tampak dari lagu-lagu Tarling dan Jaipongan yang sering dibawakan pada pertunjukan Gembyung. Kecuali Gembyung yang ada di daerah Argasunya, menurut catatan Abun Abu Haer, seorang pemerhati Gembyung Cirebon sampai saat ini masih dalam konteks seni yang kental dengan unsure keislamannya. Ini menunjukkan masih ada kesenian Gembyung yang berada di daerah Cirebon yang tidak terpengaruh oleh perkembangan masyarakat pendukungnya. Kesenian Gembyung seperti ini dapat ditemukan di daearah Cibogo, Kopiluhur, dan Kampung Benda, Cirebon. Orang-orang yang berjasa dalam mempertahankannya adalah Musa, Rasyim, dan Karya.



0 komentar