MENGENAL SOSOK ADIPATI KARNA
TARI WAYANG ADIPATI KARNA
Deni Hidayat  /   DESEMBER 19, 2019   /

Putera yang terbuang.
Dalam wiracarita Mahabharata, dikisahkan ada seorang puteri cantik bernama dewi Kunti, ia adalah puteri dari prabu Kuntiboja atau Basukunti, seorang raja dari bangsa Yadawa. Dewi Kunti remaja berguru pada seorang resi bernama Durwasa. Karena sang resi sangat sayang kepada anak muridnya tersebut, akhirnya sang resi memberikan kesaktian berupa mantera Adithyahrehdaya kepada dewi Kunti. Mantera itu memiliki kesaktian untuk memanggil dewa sekaligus mendapat anugerah putera dari dewa yang dipanggilnya tersebut.
Karena rasa kuriositasnya yang tinggi, dewi Kunti akhirnya mencoba kesaktian barunya itu kala terbit sang surya. Tak lama kemudian, turunlah bhatara Surya memenuhi panggilan sang dewi. Karena dewi Kunti memanggilnya dengan manteraAdithyahrehdaya, maka sang dewa pun menganugerahkan putera kepada dewi Kunti. Namun, karena saat itu dewi Kunti belum menikah, maka bhatara Surya pun membantu dewi Kunti untuk melahirkan melalui telinganya agar kegadisan sang dewi tetap terjaga. Untuk menjaga dari aib yang akan menimpanya, maka jabang bayi yang baru lahir tersebut kemudian dihanyutkan ke sungai Aswa. Agar kelak dikenali di kemudian hari, jabang bayi itu pun diberi pakaian serta perhiasan khas bhatara Surya sebagai identitasnya. Tak lama dari peristiwa itu, dewi Kunti kemudian menikah dengan pangeran dari Hastinapura, bernama Pandu Dewanata. Kelak di kemudian hari, mereka berdua beserta dewi Madrim akan melahirkan lima orang ksatria yang dikenal sebagai para Pandawa.
Jabang bayi yang dibuang itu akhirnya ditemukan oleh seorang kusir istana Hastinapura bernama Adirata. Karena pakaian yang dikenakan oleh si bayi merupakan identitas khas bhatara Surya, maka Adirata memberi nama bayi tersebut Basusena. Beranjak besar, Basusena pun terkadang dipanggil Radheya yang berarti anak Radha yang merupakan isteri dari Adirata. Karena menyadari bahwa anak angkatnya sebenarnya berasal dari kasta ksatria, maka ketika Basusena beranjak dewasa, Adirata berusaha agar anaknya dapat belajar kepada Begawan Dorna. Tetapi karena Basusena hanyalah anak seorang kusir, maka Dorna pun dengan mentah-mentah menolaknya. Basusena tidak putus asa akan hal itu, ia kemudian selalu hadir dan mencuri-curi ilmu ketika Resi Dorna mengajar para Pandawa dan Kurawa.


Adipati Karna
Di akhir pendidikan para Pandawa dan Kurawa, resi Dorna mencoba memperlihatkan kemampuan para anak didiknya tersebut. Sebagai hasilnya, Dorna mengumumkan bahwa Arjuna-lah yang terbaik, namun pada saat itu, Basusena tiba-tiba maju untuk menantang Arjuna, karena ia merasa dapat mengalahkannya dalam ilmu memanah. Tantangan dari Basusena kontan saja ditolak oleh Dorna, alasannya masih sama, karena Basusena adalah putera seorang kusir dan bukan dari golongan ksatria. Namun pada saat itu, Duryudana yang merupakan sulung dari para Kurawa datang untuk membela Basusena. Duryudana yang telah mengetahui kemampuan si anak kusir itu meminta kepada ayahnya, prabu Destarata untuk mengangkat Basusena sebagai Adipati atau raja bawahan di Awangga. Permintaan Duryudana tersebut bertujuan untuk mengangkat derajat Basusena menjadi seorang ksatria. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi titik balik dari kehidupan Basusena. Kebaikan dari Kurawa tersebut kelak dijadikannya sebagai hutang budi. Karena kemampuannya yang mumpuni dalam ilmu berperang maka Basusena pun disebut dengan nama Karna. Versi lain menyebutkan bahwa nama Karna berasal dari kata ”telinga” yang merupakan bagian dari proses kelahiran sang Basusena. Setelah peristiwa pengangkatan Basusena sebagai Adipati di Awangga, maka selanjutnya, ia dikenal dengan nama Adipati Karna.


Basusena dan Kontawijayadanu
Perselisihan antara Karna dan Arjuna memang sudah diramalkan oleh para dewa. Di garisan nasib, kedua saudara se-ibu tersebut ditakdirkan akan bertempur di padang Kurusetra pada perang besar Bharatayudha. Takdir itu membuat ayah dari kedua ksatria itu menjadi sangat khawatir. Untuk menyelamatkan Arjuna, dewa Indra yang adalah ayah kandungnya turun ke bumi dan menyamar menjadi seorang resi tua. Ia berupaya untuk merebut baju zirah milik Adipati Karna yang merupakan pemberian dari ayahnya, dewa Surya. Tetapi di luar perkiraannya, Karna ternyata dengan penuh keikhlasannya memberikan baju zirahnya tersebut, karena ia telah bersumpah untuk menjadi seorang yang ikhlas dan dermawan. Melihat sifat Karna yang mulia itu, dewa Indra justru terharu dan akhirnya menganugerahkan senjata pusaka Kontawijayadanu kepadanya. Senjata itu mampu membunuh siapa saja tak terkecuali para dewa, namun hanya dapat dipakai sekali saja. Versi lain menyebutkan bahwa ketika Gatotkaca lahir, tali pusarnya tidak dapat diputus dari rahim dewi Arimbi. Untuk memotong tali pusar tersebut dibutuhkanKontawijadanu milik dewa Indra. Agar niatan tersebut dapat tercapai maka para Pandawa mengutus Arjuna untuk meminjam senjata itu kepada ayahnya. Niatan tersebut rupanya sampai ke telinga dewa Surya dan langsung disampaikan kepada Karna, puteranya. Dengan bantuan ayahnya, Karna berhasil menjalankan tipu muslihatnya untuk mencuri Kontawijadanu. Mengetahui bahwa senjata milik dewa Indra jatuh ke tangan Adipati Karna, Arjuna akhirnya mendatangi Karna dan mengajaknya berkelahi untuk merebut kembali Kontawijayadanu. Karena sama-sama kuat, maka Arjuna pun hanya mendapat sarungya saja. Akhirnya sarung konta itulah yang dipakai untuk memotong tali pusar Gatotkaca, anehnya sarung itu langsung masuk ke dalam tubuh putera Bima tersebut. Walhasil kejadian itu membuat Gatotkaca menjadi sakti mandraguna. Kontawijayadanu yang berada di tangan Adipati Karna kelak akan kembali ke sarungnya yang berada di dalam tubuh Gatotkaca. Peristiwa dan ramalan itu pula yang dianggap sebagai kejadian yang akan menghindarkan Arjuna dari kematian di tangan Karna.
Adipati Karna dan asal usulnya.
Dalam hal percintaan, Adipati Karna mulai menunjukkan kompleksitas kepribadiannya. Wanita yang ia pilih sebagai kekasih hatinya adalah Surtikanti puteri prabu Salya. Surtikanti ini sebenarnya adalah calon permaisuri Hastinapura, calon isteri dari Duryudana, kawan dan sahabat dekat Karna. Dikisahkan dari sebuah versi, Arjuna menangkap basah Karna yang sedang berkasih-kasihan dengan puteri Surtikanti. Mereka pun akhirnya berkelahi, namun pertarungan tersebut dilerai oleh dewa Narada. Pada saat itu pula dewa Narada memberitahu kepada Karna tentang asal-usulnya yang merupakan putera dari dewi Kunti. Versi lain mengatakan bahwa Karna mengetahui asal-usulnya justru dari Kresna yang pada waktu itu berniat untuk membujuk Karna agar kelak memihak Pandawa di perang Bhatarayudha. Pada saat itu Karna menolak bujukan Kresna, meskipun ia menerima dan memaafkan apa yang terjadi pada dirinya dulu. Hutang budi adalah alasan mengapa Karna tetap membela Kurawa, namun ada versi lain yang menyebutkan pula bahwa Karna tetap membela Kurawa agar Duryudana mendapat suntikan moral dalam pasukannya, sehingga sang pangeran Hastina tersebut tidak mundur dari perang Bharatayudha. Ia berpendapat bahwa hanya Pandawa yang dapat menghancurkan kejahatan Kurawa dan untuk itu Kurawa harus tetap ikut berperang. Sesaat sebelum dimulainya Bharatayudha, Karna bertemu terlebih dahulu dengan dewi Kunti, ibu kandungnya. Pada pertemuan itu, Karna memaafkan ibunya dan bersumpah tidak akan membunuh satu pun adik-adiknya dalam perang Bhatarayudha.


0 komentar