Kisah Adipati Karna


KISAH  ADIPATI KARNA


           


Karna adalah salah satu tokoh penting dalam Mahabharata. Ia adalah putra tertua Kunti, Sehingga saudaramya merupakan yang tertua dari keenam saudara tersebut. Walaupun Duryodhana menunjuknya sebagai raja Angga, perannya dalam kisah Mahabharata jauh melebihi peran seorang raja. Karna bertarung di pihak Kaurava dalam perang di Kurukshetra.

Karna adalah nama Raja angga dalamwiracita mahabrata. Ia menjadi pendukung utama pihak korawa dalam perang besar melawan pandawa. Karna merupakan kakak tertua dari tiga di antara lima Pandawa: Yudhistira, Bimasena dan Arjuna. Dalam bagian akhir perang besar tersebut, Karna diangkat sebagai panglima pihak Korawa, dan akhirnya gugur di tangan Arjuna. Dalam Mahabharata diceritakan bahwa Karna menjunjung tinggi nilai-nilai kesatria. Meski angkuh, ia juga seorang dermawan yang murah hati, terutama kepada fakir miskin dan kaum Brahmana . Menurut legenda, Karna merupakan pendiri kota Karnal, terletak di negara bagian Haryana india selatan.

Semasa mudanya, Kunti merawat Resi Durvasa selama satu tahun. Sang resi sangat senang dengan pengabdian yang diberikan olehnya sehingga memberikan anugerah untuk memanggil salah satu dari para dewa dan dewa yang dipilihnya tersebut akan memberiknya seorang putra yang mempunyai sifat baik menyamai dewa tersebut. Karena ragu-ragu apakah anugerah tersebut benar, Kunti, selagi masih belum menikah, memutuskan untuk mencoba mantra tersebut dan memanggil dewa matahari, Surya. Ketika Surya menampakkan diri didepannya, Kunti terpesona. Karena terikat mantra Durvasa, Surya memberinya seorang anak secemerlang dan sekuat ayahnya, walaupun Kunti sendiri tidak menginginkan anak. Dengan kesaktian Surya, Kunti tetap tidak ternodai keperawanannya. Sang bayi adalah Karna, lahir dengan baju besi dan anting-anting untuk melindunginya. 

Kunti kini berada dalam posisi yang memalukan sebagai seorang ibu seorang anak tanpa ayah. Karena tidak mau menanggung malu ini, ia meletakkan Karna ke dalam keranjang dan menghanyutkannya bersama dengan perhiasannya (mirip dengan kisah Nabi Musa), berdoa agar bayi tersebut selamat. 

Bayi Karna terhanyut di sungai dan ditemukan oleh seorang pengemudi kereta bernama Adhiratha, seorang Suta (campuran antara Brahmin dengan Khsatriya). Adhiratha dan istrinya Radha membesarkan Karna sebagai anak mereka dan memberinya nama Vasusena karena baju besi dan antingnya. Mereka mengetahui latar belakang Karna dari perhiasan yang ditemukan bersamanya, dan tidak pernah menyembunyikan kenyataan bahwa mereka bukan orang tua Karna yang sebenarnya. Karna juga disebut Radheya karena nama ibunya Radha. Adiknya, Shon, lahir dari Adhiratha dan Radha setelah kedatangan Karna. 

Ikatan antara Karna dan keluarga angkatnya merupakan hubungan berdasarkan cinta dan rasa hormat yang murni. Karna menghormati Adhiratha di depan teman-teman khsatriyanya, dan dengan penuh rasa cinta tetap melaksanakan tugasnya sebagai seorang anak dalam keluarga angkatnya meskipun ia telah menjadi raja Angga dan mengetahui asal usul kelahirannya. 

Karna ingin menjadi seorang prajurit besar. Maka ia mengembara ke Hastinapura bersama dengan ayah dan adik angkatnya. Di sana menguasai ilmu kanuragan dengan belajar kepada Drona, walaupun ia belajar tidak bersama dengan para pangeran (Pandava dan Kaurava) karena dipandang berasal dari kasta yang rendah. Karna menguasai semua ilmu yang diajarkan, terutama ilmu memanah. Ketika Pandava diusir ke hutan selama 14 tahun, Duryodhana meminta Karna untuk menguasai Brahmastra, salah satu senjata terkuat yang ada. Hanya beberapa orang yang mengetahui hal ini termasuk Drona, Arjuna, Bhisma dan Ashwathama (anak Drona). Ia pertama-tama mendekati Drona, guru Pandava dan Kaurava, tetapi Drona menolak untuk mengajarinya karena kastanya yang rendah. Ia kemudian meminta Parashurama, guru besar yang lain, untuk mengajarinya seni berperang terutama untuk mnguasai Bhramashtra. Parashurama tidak akan mengajari seorang khsatriya karena rasa bencinya pada kaum khsatriya yang telah membunuh orang tuanya. Maka untuk mendapatkan ilmu, Karna berbohong tentang asal usulnya dan mengaku sebagai seorang Brahmin. 

Suatu saat, ketika Parashurama sedang tidur dengan kepala di pangkuan Karna, seekor serangga menggigit pahanya. Ini menyebabkan paha Karna berdarah dan ia pun merasakan kesakitan yang amat sangat. Namun Karna bertahan untuk tidak bergerak agar gurunya tidak terbangun. Darah yang menetes dari paha Karna memercik ke muka Parashurama dan membuatnya terbangun. Melihat apa yang terjadi Parashurama mengetahui bahwa Karna bukanlah seorang Brahmin karena hanya seorang khsatriya yang dapat menahan sakit seperti itu. Karna mengaku bahwa ia telah berbohong, dan Parashurama yang marah mengutuk Karna: ia tidak akan bisa mengeluarkan ilmunya pada saat di mana ia paling membutuhkannya. Sebelum Parashurama, seorang brahmin yang lain pernah mengutuk Karna bahwa Karna akan dibunuh ketika ia dalam keadaan tak berdaya, hal ini disebabkan karena Karna telah membunuh sapi kesayangan brahmin tersebut. 

Suatu saat sebuah turnamen diadakan untuk menentukan perajurit yang terkuat setelah ‘lulus’ dari pendidikan Drona. Dalam perlombaan itu Arjuna keluar sebagai yang terbaik dan Duryodhana takut padanya. Kemudian Karna muncul dan menantang Arjuna. Dalam pertanding yang berlangsung kemudian, Karna dapat mengimbangi semua keahlian Arjuna. Untuk menentukan pemenang yang sesungguhnya, Karna menantang Arjuna untuk bertempur satu lawan satu di mana kemenangan salah satu pihak ditentukan dengan kematian lawannya. Dengan alasan bahwa Karna berasal dari kasta yang lebih rendah dari Arjuna, Drona menolak usul Karna tersebut. Duryodhana yang memang menyimpan rasa iri dan takut kepada Pandava seketika memberikan tahta kerajaan Anga kepada Karna, sehingga Karna menjadi seorang raja dan dengan demikian pantas untuk menantang Arjuna berduel sampai mati. Tindakan Duryodhana ini menanamkan benih kesetiaan Karna kepadanya. Tetapi akhirnya duel tersebut tetap tidak terwujud. 

Ketika Pandawa mengasingkan diri, Karna membebankan kepada dirinya sendiri tugas untuk menjadikan Duryodhana penguasa dunia. Karna memimpin pasukan ke negara-negara sekitar untuk menaklukkan raja-rajanya di bawah kekuasaan Duryodhana. Karna berhasil menang dalam semua pertempuran yang dilaluinya, walaupun kepatuhan raja-raja tersebut tidak semuanya berlangsung lama (sebagian tetap memihak kepada Pandava dalam perang Bharatayudha). 

Di akhir pendidikan para Pandawa dan Kurawa, resi Dorna mencoba memperlihatkan kemampuan para anak didiknya tersebut. Sebagai hasilnya, Dorna mengumumkan bahwa Arjuna-lah yang terbaik, namun pada saat itu, Basusena tiba-tiba maju untuk menantang Arjuna, karena ia merasa dapat mengalahkannya dalam ilmu memanah. Tantangan dari Basusena kontan saja ditolak oleh Dorna, alasannya masih sama, karena Basusena adalah putera seorang kusir dan bukan dari golongan ksatria. Namun pada saat itu, Duryudana yang merupakan sulung dari para Kurawa datang untuk membela Basusena. Duryudana yang telah mengetahui kemampuan si anak kusir itu meminta kepada ayahnya, prabu Destarata untuk mengangkat Basusena sebagai Adipati atau raja bawahan di Awangga. Permintaan Duryudana tersebut bertujuan untuk mengangkat derajat Basusena menjadi seorang ksatria. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi titik balik dari kehidupan Basusena. Kebaikan dari Kurawa tersebut kelak dijadikannya sebagai hutang budi. Karena kemampuannya yang mumpuni dalam ilmu berperang maka Basusena pun disebut dengan nama Karna. Versi lain menyebutkan bahwa nama Karna berasal dari kata ”telinga” yang merupakan bagian dari proses kelahiran sang Basusena. Setelah peristiwa pengangkatan Basusena sebagai Adipati di Awangga, maka selanjutnya, ia dikenal dengan nama Adipati Karna. 

Dalam hal percintaan, Adipati Karna mulai menunjukkan kompleksitas kepribadiannya. Wanita yang ia pilih sebagai kekasih hatinya adalah Surtikanti puteri prabu Salya. Surtikanti ini sebenarnya adalah calon permaisuri Hastinapura, calon isteri dari Duryudana, kawan dan sahabat dekat Karna. Dikisahkan dari sebuah versi, Arjuna menangkap basah Karna yang sedang berkasih-kasihan dengan puteri Surtikanti. Mereka pun akhirnya berkelahi, namun pertarungan tersebut dilerai oleh dewa Narada. Pada saat itu pula dewa Narada memberitahu kepada Karna tentang asal-usulnya yang merupakan putera dari dewi Kunti. 

Versi lain mengatakan bahwa Karna mengetahui asal-usulnya justru dari Kresna yang pada waktu itu berniat untuk membujuk Karna agar kelak memihak Pandawa di perang Bhatarayudha. Pada saat itu Karna menolak bujukan Kresna, meskipun ia menerima dan memaafkan apa yang terjadi pada dirinya dulu. Hutang budi adalah alasan mengapa Karna tetap membela Kurawa, namun ada versi lain yang menyebutkan pula bahwa Karna tetap membela Kurawa agar Duryudana mendapat suntikan moral dalam pasukannya, sehingga sang pangeran Hastina tersebut tidak mundur dari perang Bharatayudha. Ia berpendapat bahwa hanya Pandawa yang dapat menghancurkan kejahatan Kurawa dan untuk itu Kurawa harus tetap ikut berperang. Sesaat sebelum dimulainya Bharatayudha, Karna bertemu terlebih dahulu dengan dewi Kunti, ibu kandungnya. Pada pertemuan itu, Karna memaafkan ibunya dan bersumpah tidak akan membunuh satu pun adik-adiknya dalam perang Bhatarayudha. 

0 komentar