Setelah sekian lama ditunggu-tunggu akhirnya Dewi Arimbi
mengandung anak dari Bima. Seluruh rakyat Pringgandani sangat bersukacita,
dikarenakan anak ini akan menjadi generasi penerus sebagai Raja di Pringgandani
bila Dewi Arimbi sudah tiada.Saat itu seluruh putra Pandawa disertai Sri Batara
Kresna tidak ketinggalan seluruh punakawan Semar, Astrajingga, Dawal dan Gareng
berkumpul di Istana Pringgandani, merka sedang berkumpul menunggu saat
kelahiran sang putra Bima. Tidak lama berselang terdengar tangisan bayi
menggelegar menggentarkan seantero Pringgandani, seluruhnya yang berada di bangsal
menarik nafas panjang. Sesaat kemudian ada emban yang menghaturkan berita
bahwasanya sang putra mahkota laki-laki telah lahir dalam keadaan sehat begitu
juga dengan kondisi sang ibu. Mendengar hal tersebut bertambahlah kebahagian
semuanya, satu persatu dari mereka memberikan selamat kepada Raden Aria
Werkudara alias Bima atas kelahiran putrannya.
Beberapa waktu kemudian mereka bisa masuk menjenguk kedalam
kamar, disana terlihat Dewi Arimbi sedang berbaring diatas ranjang berhiaskan
emas permata beralaskan sutera berwarna biru terlihat senang dengan senyum
mengembang dibibirnya menyambut kedatangan Bima diiringi oleh seluruh kadang
wargi (saudara). Tidak jauh dari tempatnya berbaring terlihat sebuah tempat
tidur yang lebih kecil, diatasnya tergolek seorang bayi laki-laki sangat gagah
dan tampat layaknya ksatria trah dewa, hanya saja ari-ari dari bayi tersebut
masih menempel belum diputus. Ketika hal tersebut ditanyakan emban menjawab
bahwa seluruh upaya untuk memotong tali ari-ari tersebut selalu gagal. Tidak
ada satu senjatapun yang berhasil memotongnya.
Mendengar hal tersebut Bima sangat gusar dan meminta tolong
kepada saudara-saudaranya untuk memotong tali ari-ari anaknya yang diberinama
Jabang Tutuka. Bima mencoba memotong dengan kuku pancana gagal, diikuti oleh
Arjuna mencoba menggunakan seluruh senjatanya diawali dengan keris Pancaroba,
keris Kalandah, panah Sarotama bahkan panah Pasopati semuanya gagal. Sri Batara
Kresna yang saat itu hadir mencoba dengan senjata saktinya Cakra Udaksana,
hanya menghasilkan percikan-percikan api ketika dicoba memotong tali ari-ari
itu. Semuanya terbengong-bengong merasa takjub dan heran disertai rasa putus
asa, Dewi Arimbi hanya bisa menangis melihat hal tersebut dirundung rasa
khawatir jika anaknya harus membawa tali ari-ari hingga dewasa. Ditengah
suasana tersebut tanpa diketahui sebelumnya Begawan Abiyasa yang tak lain kakek
dari para Pandawa atau buyut dari Jabang Tutuka telah hadir ditempat tersebut,
semua yang hadir memberikan sembah sungkem kepadanya. Begawan yang sakti
mandraguna ini mengatakan bahwa tali ari-ari itu hanya akan bisa dipotong oleh
senjata kadewatan yang berasal dari Batar Guru. Untuk itu Sang Begawan meminta
Arjuna untuk pergi ke Kahyangan mencari senjata tersebut. Setelah mendapat
perintah dari kakeknya dan meminta ijin kepada saudara-saudaranya Arjuna
disertai oelh para punakawan segera menuju Kahyangan untuk mencari senjata yang
dimaksud oleh Begawan Abiyasa, sedangkan Sang Begawan sendiri bergegas pulang
kembali ke Padepokan setelah memberikan do’a serta merapal beberapa mantra
untuk buyut / cicitnya tersebut.
Nun jauh di Kahyangan sana keadaan sedang gonjang-ganjing
dikarenakan serangan dari Naga Percona yang ingin memperistri salah satu
bidadari yang bernama Dewi Supraba. Dikarenakan Naga Percona bukan sembarang
makhluk, dia adalah raja yang mempunyai kesaktian mumpuni dan bisa dikatakan
sama bahkan sedikit diatas diatas para dewa, jelas sangat merepotkan barisan
dewa-dewa yang dipimpin oleh Batara Indra dalam menghadapi nya. Serangan petir
Batara Indra tidak ubahnya lemparan daun-daun kering dari anak-anak, kobaran
api Batara Brahma hanya menjadi menjadi mainan saja. Batara Bayu yang
mendoronganya dengan badai besar tidak membutnya mundur walaupun seujung kuku,
bahkan badannya tidak goyang sedikitpun. Cakra Udaksana dari Batar Wisnu sama
sekali tidak mencenderainya, singkatnya para dewa dipukul mundur dengan kondisi
babak-belur.
Batara Guru merapal mantra dan melihat Kaca Trenggana, diperoleh
keterangan bahwa yang bisa mengalahkan Naga Percona hanyalah Jabang Tutuka anak
Bima yang baru lahir. Selanjutnya Batara Guru memerintahkan Batara Narada untuk
memberikan senjata darinya yang bernama panah Konta Wijayadanu kepada Arjuna
untuk memotong ari-ari Jabang Tutuka dengan imbalan bayi tersebut harus menjadi
panglima perang mengahadapi Naga Percona. Disaat yang bersamaan Aradeya atau
Karna sedang bertapa di tepi Sungai Gangga mencari senjata sakti untuk dirinya,
pada saat Batara Narada mendekati tempat tersebut hatinya senang karena Aradeya
ini disangkanya Arjuna, karena rupanya benar-benar mirip dan Batara Surya yang
merupakan ayah dari Aradeya sengaja mengeluarkan sinar berkilauan disekitar
Aradeya sehingga Batara Narada tidak terlalu jelas melihatnya, sehingga tidak
sadar bahwa orang yang diserahi senjata tersebut bukanlah Arjuna.
Setelah mendapatkan senjata sakti kadewatan Aradeya sangat
gembira dan langsung berlari tanpa mengucapkan terima kasih kepada Batara
Narada, hal itu membuat Batara Narada tersadar bahwa dia salah orang, tidak
lama kemudian Arjuan disertai oleh para Punakawan datang ketempat tersebut,
dengan sedih Batara Narada bercerita bahwa dirinya telah salah orang
menyerahkan senjata kadewatan yang seharusnya diserahkan kepada Jabang Tutuka
lewat tangan Arjuna, malah diserahkan kepada orang yang tidak dikenal dan
mempunyai rupa mirip dengan Arjuna. Mendengar hal tersebut Semar sangat
menyalahkan Batara Narada karena gegabah menyerahkan senjata sakti kepada orang
asing, serta segera meminta Arjuna mengejar orang tersebut.
Arjuna berlari dan berhasil menyusul Aradeya, awalnya senjata
tersebut diminta baik-baik dan dikatakan akan digunakan olehnya untuk memotong
tali ari-ari keponakannya. Aradeya tidak menggubrisnya akhirnya terjadi
perang-tanding memperebutkan senjata tersebut, sampai suatu ketika Arjuna
berhasil memegang sarung senjata tersebut sedangkan Aradeya memegang gagang
panah Konta Waijayadanu. Mereka saling tarik dan akhirnya terjerembab
dikarenakan senjata Konta lepas dari warangka / sarungnya. Kemudian Aradeya
berlari kembali dan kali ini Arjuna kehilangan jejak.
Dengan sedih hati Arjuna menunjukkan warangka senjata Konta
kepada Semar, kemudian atas saran Semar mereka kembali ke Pringgandani
sedangkan Batara Narad disuruh pulang ke Kahyangan dan dikatakan bahwa Jabang
Tutuka akan segera dibawa ke Kahyangan. Sesampainya di Keraton Pringgandani
warangka tersebut digunakan untuk memotong tali ari-ari Jabang Tutuka, ajaib
sekali tali ari-ari putus sedangkan warangka senajata kadewatan itu masuk
kedalam udel Jabang Tutuka. Hal ini menurut Semar sudah menjadi suratan bahwa
nanti diakhir cerita peperangan besar / Bharata Yuda senjata itu akan masuk
kembali kewarangkanya, dengan kata lain Jabang Tutuka akan mati jika menghadapi
senjata Konta Wijayadanu.
Setelah tali ari-ari berhasil dipotong Arjuna hendak membawa
Jabang Tutuka ke Kahyangan untuk memenuhi janji kepada Batara Narada, bahwa
Jabang Tutuka akan menjadi panglima perang dan menghadapi Naga Percona. Awalnya
Bima melarang karena anaknya masih bayi dan dirinya sanggup untuk menggantikan
melawan Naga Percona. Setelah Semar berkata bahwa Jabang Tutukalah yang harus
berangkat karena dia yang dipercaya oleh dewa dan Jabang Tutuka pula yang telah
menggunakan senjata kadewatan bukan yang lain. Disamping itu Semar menjamin
jika terjadi suatu hal yang menyebabkan Jabang Tutuka celaka, Semar berani
menaruhkan nyawanya kepada Bima. Mendengar hal tersebut dari Semar, Bima yang
mempunyai pandangan linuwih dan menyadari siapa sesungguhnya Semar ini,
akhirnya mengijinkan putra berperang melawan Naga Percona.
Arjuna disertai par Punakawan segera membawa Jabang Tutuka ke
Kahyangan, setelah mendekati gerbanga Selapa Tangkep tepatnya di Tegal Ramat
Kapanasan Arjuna meletakkan Jabang Tutuka ditengah jalan menuju gerbang.
Selanjutnya Arjuna memperhatikan dari jauh bersama dengan para dewa, tak lama
berselang Naga Percona datang dan melihat ada bayi ditengah jalan. Dia meledek
Batara Guru yang dikatakannya sudah gila karena menyuruhnya bertarung dengan
bayi yang hanya bisa menangis. Kemudia dia mengangkat Jabang Tutuka dan
mendekatkan wajahnya ke wajah bayi tersebut, tidak disangkan tangan Jabang
Tutuka mengayun dan berhasil meluaki satu matanya sehingga berdarah. Kontan
Naga Percona marah dan membanting Jabang Tutuk kea rah pintu gerba hingga mati.
Melihat hal tersebut para dewa tak terkecuali Batar Guru, Batara Narada dan
Arjuna kaget dan was-was jika Bima sampai tahu anaknya mati oleh Naga Percona
pasti akan mengamu ke Kahyangan. Hanya saja Semar dengan cepat berbisik ke
Batara Guru untuk segera menggodok Jabang Tutuka di Kawah Candradimuka, Batara
Guru segera memerintahkan Batara Yamadipati untuk segera membawa tubuh Jabang
Tutuka ke Kawah Candradimuka dan menggodoknya. Selanjutnya para dewa disuruhnya
melemparkan / mencampurkan senajata yang dimilikinya untuk membentuk tuduh
Jabang Tutuka lebih kuat, lama-kelamaan terbentuklah tubuh satria gagah dari
dalam godogan tersebut. Kemudian para dewa membirkannya pakaian dan perhiasan
untuk Jabang Tutuka yang baru tersebut, selanjutnya diakarenakan dia mati belum
waktunya berhasil dihidupkan kembali oleh Batar Guru.
Selain mendapat anugerah berupa pakaian, perhiasan dan senjata
yang sudah membentuk tubuhnya Jabang Tutuka juga memperoleh beberanama dari
para dewa diantaranya : KrincingWesi, Kaca Negara, Purabaya, Kancing Jaya,
Arimbi Suta, Bima Putra dan Gatotkaca. Nama terakhir inilah yang kemudian
digunakan dalam dunia pewayangan. Dengan tampilan yang sangat beda dari
sebelumnya Jabang Tutuka yang menggunakan nama baru Gatotkaca bertempur kembali
dengan Naga Percona, dan akhirnya behasil merobek mulut dan tubuh Naga Percona
menjadi dua bagian. Itulah akhir dari hidupnya Naga Percona yang membawa
kedamaian di Kahyangan, sekaligus menjadi awal kepahlawanan Gatotkaca sang
putra Bima
0 komentar