TARI WAYANG GONG DAN KISAHNYA



Wayang Gong adalah seni pertunjukan sejenis wayang orang. Pertunjukan ini mengangkat cerita dari pakem Ramayana versi Banjar. Wayang ini dimainkan dengan pengolahan vokal pemain dan ditambah basik tari dalam lakon yang terdiri dari beberapa tilisasi. Tak hanya itu, pemain diiringi musik gamelan, elemen dramatik dan kating tari yang diiringi bunyi tambahan seperti ketopong yang membuatnya makin khas. Para pemain dirias sebagaimana layaknya tokoh yang ada di dalam kisah Ramayana. 

Menurut pakar Wayang Gong Banjar, Zulfansyah Bondan, kesenian ini di era 1960-1970an mendapat respon yang bagus dari generasi muda saat itu, namun dalam tiga dasawarsa terakhir yakni sekitar tahun 2000an kesenian ini mengalami kemunduran dan nyaris punah. Nyaris punah? Ya, dikatakan nyaris punah karena kesenian ini sudah jarang dimainkan. Salah satu kesenian tertua di Kalimantan Selatan ini kini hanya menunggu kepunahannya saja karena kelompok-kelompok yang memainkan kesenian ini sudah tak banyak lagi.


Dulu, kesenian ini sering dimainkan saat acara adat dan seni pertunjukan sosial kemasyarakatan seperti Mawlid Nabi, saprah amal, hajatan hingga nazar pasca panen padi. 

Namun sekarang sudah jarang dimainkan. 

Beruntung masih ada salah satu sanggar seni yang masih eksis memainkan kesenian ini walaupun insidential. Sanggar seni Kencana Ungu yang berada di Cirebon, yang di pimpin Bapak E. Panji Jaya Prawirakusuma lah yang membuat kesenian ini masih bertahan, walaupun dalam kondisi yang tak memungkinkan.

Dulu wayang gong dimainkan semalaman suntuk, sama halnya dengan wayang kulit banjar. Setiap lakon atau tokoh biasanya disertai dengan menambang atau nembang yang dibawakan oleh sinden. Sekarang agar tidak ditinggal oleh para penontonnya, permainan dipersingkat hingga sekitar 3 – 4 jam saja. Pada Wayang Gong, sekitar 10 orang yang memainkan alat musik tradisional, yang terdiri dari babun, gong besar dan kecil, sarun besar dan kecil, kenong dan lima alat. Pada saat memulai pertunjukan, terlebih dahulu dilakukan mamucukani, yakni tiga dalang membuka pagelaran untuk menyampaikan cerita apa yang akan dimainkan. Layaknya seperti sinetron di televisi, dari pemain utama hingga pemain pendukung disampaikan lebih dahulu kepada penonton.

Saat ini hanya sanggar seni Kencana Ungu yang memainkan kesenian wayang gong ini, karena saat ini nyaris tidak ada lagi sanggar seni lain yang memainkan salah satu kesenian tertua ini. Kalaupun ada, hanya dilakukan dengan cara bon”. Artinya para pemain diambil dari berbagai kelompok seni daerah dengan sistem cabutan. Misalnya mengambil pemain dari kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tapin.

Melihat keadaan memprihatinkan seperti ini, perlu diadakan upaya untuk melestarikan kebudayaan ini.
Dalam jangka Pendek, bisa dengan melakukan pendidikan dan pelatihan sistematik generasi muda dengan narasumber tokoh yang masih ada sekarang ini. Membuat proyek pembinaan kesenian sebagai program lanjutan pendidikan serta membuat wadah khusus berupa balai seni ditiap kota atau kabupaten di Kalimantan Selatan.

Dalam jangka panjang bisa dilakukan dengan cara merancang kemasan baru dalam pagelaran seni wayang gong dalam hal ini bisa dilakukan dengan cara tumbuh dan berkembang berupa diklat wayang gong bagi anak-anak dan remaja.
Nah, sekarang nasib kesenian daerah ada ditangan kita para generasi muda. Apakah kesenian tersebut akan kehilangan peminat dan hilang dari permukaan, atau kesenian tersebut akan kembali berjaya dengan penanggulangan dini.
Budaya yang besar mencerminkan betapa besar pula peradaban masyarakatnya. 



Wayang gong merupakan cabang kesenian dari sejarah wayang kulit yang tidak lepas dari induknya. Menurut G.A.J. Hazeu dan J.L.A. Brandes yang meniliti kesenian wayang, di peroleh satu kesimpulan bahwa kesenian wayang di Indonesia berinduk kepada kebudayaan asli jawa, meskipun cerita yang di sadur dari pengaruh kebudayaan Hindu. 

Bentuk kesenian wayang yang tertua adalah wayang purwa, dari sini kemudian dikembangkan menjadi jenis jenis wayang yang beragam. Di Kalimantan selatan seni wayang jelas menunjukan pengaruh dari kebudayaan suku Jawa. Dengan membandingkan jenis wayang kulit banjar dengan wayang kulit jawa bahkan dapat diketahui bahwa bentuk wayang, 

lakon dan kelengkapannya menunjukan bahwa ada kemiripan dengan kesenian wayang dari daerah jawa, di segi lain ukuran wayang, bahasa yang digunakan serta tata cara untuk melakukan pementasan sudah menunjukan adanya perkembangan yang khas sebagai “wayang banjar”. 

Perkembangan 
Sejarah wayang di Kalimantan selatan secara kronologis belum diketahui detailnya. Dalam “hikayat banjar” disebutkan bahwa seni wayang sudah tumbuh di Kalimantan selatan sejak hampir 6 abad silam. Maka semakin jelas bahwa wayang gong bukan pengaruh langsung dari jawa, melainkan perkembangan khas dari daerah kalimantan selatan. Menurut penuturan dari para seniman wayang gong, jenis wayang tersebut muncul setelah wayang banjar telah terlalu jauh berkembang baik ceritera maupun pementasannya. 

Kreasi yang Ditampilkan 
Wayang orang banyak melakonkan kisah kisah syair di luar pakam. Seni pentasnya juga cenderung surut. Maka wayang gong merupakan kreasi yang ingin mengangkat kembali kesenian ditengah masyarakat banjar. Kisah syair yang sering ditampilkan dalam kesenian wayang orang adalah “syair abdul muluk” dari melayu, selain itu kisah saduran “damarwulan”. 

Maka kemudian sangat dikenal dengan adanya seni abdul muluk atau “mada muluk” dan juga “badamarwulan”. Perkembangan selanjutnya, abdul muluk berkembang menjadi dua yaitu abdul muluk cabang adalah abdul muluk yang menggunakan “cabang” (kuluk atau ketopang) yang kemudian lebih dikenal sebagai “wayang gong”. 

Sedangkan yang lainnya adalah abdul muluk ceritera, yang kemudian dikenal sebagai “mamanda”. Wayang gong sendiri kemudian menurunkan kesenian “kuda gepang cerita” dan tarian kuda gepang. Sampai saat ini masih bisa disaksikan antara kesenian kesenian tersebut memiliki unsur pementasan (dalam hal kostum, baju tata rias dan gamelan) yang sama. 

Ciri dan Perkembangannya: 
Hal ini menunjukan perkembangan antara yang satu dengan yang lain sangat erat, bahkan mempunyai akar yang sama. Adapun antara “wayang orang” dengan “wayang gong” dibedakan berdasarkan beberapa ciri antara lain : Wayang orang mengambil kisah dari pakem mahabarata, sedangkan wayng gong selalu dari pakem ramayana. 

Watang orang tidak membedakan secara nyata tokoh peannya berdasarkan kostum yang dikenakan (meskipun terdapat penekanan tertentu untuk mendukung karakter), sedangkan wayang gong membedakan tokohnya dengan kostum penutup kepala yang disebut dengan katopan atau cabang, atau kuluk yang masing masing menggambarkan tokoh wayang orang lebih bebas sehingga lebih dapat melakonkan kisah kisah yang diadur dari kitab kitab syair melayu banjar, 

sedangkan wayang gong berdasarkan katopong yang dikenakan, lebih terikat kepada pakem ramayana. Wayang gong pada kurung waktu tertentu mempunyai peranan penting dalam sejarah seni pertunjukan di kalimantan selatan. Tidak seperti kesenian wayan pada seni wayang orang, 

wayang gong lebih luas perkembangannya di kalimantan selatan. Hampir pada setiap daerah yang berkembang wayang kulitnya, tumbuh, dan berkembang pula kesenian wayang gong-nya. Akan tetapi perkembanagn terakhir wayang gong dinilai kurang menggembirakan. 

Hal ini berkaitan arus perubahan yang terjadi sangat kuat menerpa tatanan kehidupan tradisional. Maka saat ini, kesenian wayang gong mulai jarang dipentaskan. Kelompok kelompok ksenian tersebut jumlahnya juga semakin surut. Sehingga tidak mengherankan saat ini tidak ada lagi kelompok kesenian besar, yang dipentaskan semalam suntuk. 

Demikian ulasan singkat mengenai tari wayang gong dan penjelasannya dapat menambah wawasan anda. 

Adapun antara “wayang orang” dengan “wayang Gong” dibedakan berdasarkan beberapa ciri, antara lain: 
Wayang orang mengambil kisah dari pakem Mahabharata, sedangkan wayang Gong selalu dari pakem Ramayana. 
Wayang orang tidak membedakan secara nyata tokoh perannya berdasarkan kostum yang dikenakan (meskipun terdapat penekanan tertentu untuk mendukung karakter), sedangkan wayang Gong membedakan tokohnya dengan kostum tutup kepala yang disebut “katopon” atau “cabang”, atau “kuluk” yang masing-masing menggambarkan tokoh 
Wayang Orang lebih bebas sehingga dapat melakonkan kisah-kisah yang disadur dari kitab-kitab syair Melayu-Banjar, sedangkan Wayang Gong berdasarkan katopong yang dikenakan, lebih terikat kepada pakem Ramayana. 



Wayang Gong pada kurun waktu tertentu mempunyai peranan penting dalam sejarah seni pertunjukan di Kalimantan Selatan. Tidak seperti pada Wayang Orang, Wayang Gong lebih luas perkembangannnya di Kalimantan selatan. Hampir pada daerah yang berkembang wayang kulitnya, tumbuh dan berkembang pula wayang Gong nya. 

Akan tetapi perkembangan terakhir Wayang Gong dinilai kurang menggembirakan. Hal ini berkaitan dengan arus perubahan yang terjadi sangat kuat menerpa tatanan kehidupan tradisional. Maka saat ini, kesenian Wayang Gong mulai jarang dipentaskan.Kelompok-kelompok kesenian tersebut jumlahnya juga semakin surut. Sehingga tidak mengherankan saat ini tidak ada lagi kelompok kesenian Wayang Gong yang lengkap untuk pementasan besar, yang dipentaskan semalam suntuk. 

Sebab-sebab dari surutnya kesenian wayang Gong antara lain, karena : 

1. Minimnya pemain yang sungguh-sungguh menekuni kesenian ini. Dengan bekal-bekal yang seadanya, seseoprang bermain Wayang Gong hanya “beramaian” atau turut meramaikan saja sehingga nilai semuanya dan kandungan filosofinya tidak diperhatikan. 

2. Adanya kebiasaan tidak baik dari sementara dalang di wilayah ini, yang tidak mau menyampaikan pengetahuannya tentang wayang kepada orang yang bukan keluarganya. 

0 komentar