Tari Topeng Temenggung Simbol Ksatria yang Berwibawa
Pakaian
serba hitam, mengikuti iringan lagu gamelan menjadi sebuah persembahan penari
di daerah Cirebon, Jawa Barat. Mengenakan celana sebatas lutut dan penutup
kepala atau yang disebut sobra sebagai hiasan yang melekat di kepala. Topeng
merah dengan kumis tebal memperlihatkan karakter yang gagah juga berwibawa.
Itulah kira-kira gambaran tari Topeng Temenggung, sebuah tari yang menceritakan
ksatria berjiwa arif juga budiman.
Tari Topeng
Temenggung merupakan salah satu dari lima tari topeng Cirebon, selain Tari
Topeng Panji, Tari Topeng Samba, Tari Topeng Rumyang, dan Tari Topeng Kelana.
Kelima tari topeng Cirebon tersebut memiliki karakter dan unsur yang
berbeda-beda saat dipentaskan.
Khusus Tari
Temenggung, tari ini menceritakan sebuah ksatria yang gagah berani berperang
melawan angkara murka. Sosok ksatria tersebut disimbolkan oleh Temenggung,
yaitu seorang Adipati dari Magadiraja yang berjiwa pemberani, dihadapkan oleh
sang perusuh yang bernama Jinggaanom.
Dalam
gerakan Tari Temenggung, tubuh sang penari terlihat tegap juga elegan. Ini
melambangkan sang penari tengah menjadi ksatria yang gagah dan tangkas. Gerakan
punggung dan tangan sangat tegas, memperlihatkan tarian ini adalah tarian yang
melambangkan seorang ksatria. Walaupun melambangkan ksatria yang gagah, namun
tidak jarang tari ini di bawakan oleh kaum wanita.
Tari Topeng
Tumenggung diiringi oleh musik gamelan yang dipadukan dengan gendang. Sementara
lagu yang biasa digunakan untuk mengiringi pementasan adalah lagu temenggungan,
barendodoan, dan barenkering. Tari tradisional Cirebon ini biasa dipentaskan
baik secara perorangan maupun kelompok.
Bagi
masyarakat Cirebon, topeng dianggap sakral. Selain sebagai simbol dari tanggung
jawab, topeng juga dianggap sebagai jati diri seseorang. [Riky/IndonesiaKaya]
Tari Topeng kelana yang dipentaskan di Area
Wisata Batik Trusmi Cirebon.
Tari topeng Cirebon adalah salah satu tarian di
wilayah kesultanan
Cirebon.Tari Topeng Cirebon,kesenian ini merupakan kesenian
asli daerah Cirebon, termasuk Subang, Indramayu, Jatibarang, Majalengka, Losari, dan Brebes.
Disebut tari topeng karena penarinya menggunakan topeng di
saat menari. Pada pementasan tari Topeng Cirebon, penarinya disebut sebagai
dalang, dikarenakan mereka memainkan karakter topeng-topeng tersebut.
Tari topeng ini sendiri banyak sekali ragamnya dan mengalami perkembangan
dalam hal gerakan, maupun cerita yang ingin disampaikan. Terkadang tari topeng
dimainkan oleh satu penari tarian solo, atau bisa juga dimainkan oleh beberapa
orang.
Thomas Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java
mendeskripsikan bahwa kesenian topeng Cirebon merupakan penjabaran dari cerita
Panji dimana dalam satu kelompok kesenian topeng terdiri dari dalang (yang
menarasikan kisahnya) dan enam orang pemuda yang mementaskannya diiringi oleh
empat orang musisi gamelan (bahasa Cirebon: Wiyaga
Tempat pagelaran
Tari Topeng Cirebon pada zaman dahulu biasanya dipentaskan menggunakan
tempat pagelaran yang terbuka berbentuk setengah lingkaran, misalnya di halaman
rumah, di blandongan (bahasa Indonesia: tenda pesta) atau
di bale (bahasa Indonesia: panggung) dengan obor sebagai
penerangannya, tetapi dengan berkembangnya zaman dan teknologi, tari Topeng
Cirebon pada masa modern juga dipertunjukan di dalam gedung dengan lampu
listrik sebagai tata cahayanya.[2]
Tujuan pagelaran
Tujuan diselenggarakan suatu pagelaran tari Topeng Cirebon secara garis
besar dibagi kedalam tiga tujuan utama yaitu[3] ;
·
Pagelaran
komunal, merupakan acara pagelaran yang dilaksanakan untuk kepentingan bersama
masyarakat, sehingga hampir seluruh masyarakat ditempat tersebut berpartisipasi
dalam pagelaran ini, acara yang dipertunjukan pun sangat spektakuler dengan
adanya arak-arakan dalang, atraksi seni dan sebagainya serta digelar lebih dari
satu malam, contoh dari pagelaran komunal diantaranya adalah hajatan
desa, ngarot kasinoman (acara kepemudaan), ngunjungan (ziarah
kubur)
·
Pagelaran
individual, merupakan acara pagelaran yang dilaksanakan untuk memeriahkan
hajatan perorangan, contohnya adalah pernikahan, khitanan atau khaulan (bahasa
Indonesia: melaksanakan nazar atau janji)
·
Pagelaran bebarangan,
merupakan acara pagelaran keliling kampung yang inisiatifnya datang dari dalang
topeng itu sendiri, bebarangan biasanya dilakukan oleh dalang
topeng ke wilayah-wilayah desa yang sudah panen, wilayah desa yang ramai atau
datang ke berkeliling di kota dikarenakan desanya belum panen, sedang mengalami
kekeringan atau sedang sepi penduduknya.
Struktur pagelaran
Struktur pagelaran dalam tari Topeng Cirebon bergantung pada kemampuan
rombogan, fasilitas gong yang tersedia, jenis penyajian topeng dan lakon (bahasa
Indonesia: cerita) yang dibawakannya. Secara umum, struktur pertunjukan tari
Topeng Cirebon dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu:
·
Topeng alit,
memiliki struktur yang minimalis baik dari segi dalang, peralatan, kru dan
sajiannya. Jumlah rata-rata kru dalam struktur pagelaran topeng alit biasanya
hanya terdiri dari lima sampai tujuh orang yang kesemuanya bersifat multi
peran, dalam artian tidak hanya seorang dalang Topeng saja yang membawakan
babak topeng, tetapi para wiyaganya juga ikut membantu dengan memberikan
guyonan-guyonan ringan. Dialog dalam topeng alit dilakukan
secara spontan berdasarkan situasi yang ada.
·
Topeng gede,
memiliki struktur yang lebih besar dan baku jika dibandingkan dari penyajian
topeng alit. Hal tersebut dikarenakan topeng gede merupakan
bentuk penyempurnaan dari topeng alit, struktur topeng besar
diantaranya, adanya musik pengiring (bahasa Cirebon: tetaluan) yang lengkap, adanya lima babak tarian
yang berurutan seperti panji, samba, rumyang, tumenggung dan klana,
adanya lakonan serta jantuk (bahasa
Indonesia: nasihat) yang diberikan pada akhir pagelaran topeng gede[2]
Jenis
Salah satu jenis lainnya dari tari topeng ini adalah tari topeng
kelana kencana wungu merupakan rangkaian tari topeng gaya Parahyangan yang menceritakan ratu
Kencana wungu yang dikejar-kejar oleh prabu Minakjingga yang tergila-tergila
padanya. Pada dasarnya masing-masing topeng yang mewakili masing-masing
karakter menggambarkan perwatakan manusia. Kencana Wungu, dengan topeng
warna biru, mewakili karakter yang
lincah namun anggun. Minakjingga (disebut juga kelana), dengan topeng
warna merah mewakili karakter yang
berangasan, tempramental dan tidak sabaran. Tari ini merupakan karya Nugraha Soeradiredja.
Gaya tarian
Pada tari Topeng Cirebon terdapat beberapa gaya tarian yang secara yang
telah diakui secara adat[4][5], gaya-gaya ini berasal dari
desa-desa asli tempat di mana tari Topeng Cirebon lahir dan juga dari desa
lainnya yang menciptakan gaya baru yang secara adat telah diakui lepas dari
gaya lainnya. Endo Suanda seorang peneliti tari Cirebon melihat perbedaan gaya
tari Topeng Cirebon antar daerah tersebut dikarenakan adanya penyesuaian selera
penonton dengan nilai estetika gerak tarian di atas panggung[5], berikut beberapa gaya tari
Topeng Cirebon:
1. Tari
topeng Cirebon gaya beber
2. Tari
topeng Cirebon gaya bebes
3. Tari
topeng Cirebon gaya celeng
4. Tari
topeng Cirebon Cibereng
5. Tari
topeng Cirebon Gegesek
6. Tari
topeng Cirebon Gujeg
7. Tari
topeng Cirebon Kalianyar
8. Tari
topeng Cirebon Kreyo
9. Tari
topeng Cirebon Losarang palimanan
10. Tari
topeng Cirebon Pekandangan
11. Tari
topeng Cirebon Slangit
12. Tari
topeng Cirebon Sinar ranca
13. Tari
topeng Cirebon Tambi
0 komentar