Sanggar Seni Kencana Ungu
  • Home
  • Profil
  • Foto
  • Features
    • Lifestyle
    • Sports Group
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Contact Us

A. Properti Tari Topeng 

Tari Topeng adalah salah satu tarian tradisional asli Indonesia yang menggunakan topeng sebagai ciri khasnya. Jenis tarian ini merupakan perpaduan antara seni tari dan musik. Tari Topeng ini lebih bersifat teatrikal dan komunikatif lewat gerakan. 

Seperti pada seni tari yang lain, tarian ini juga memerlukan properti sebagai daya tarik dan alat untuk menyampaikan pesan melalui tarian. Dalam hal ini properti Tari Topeng yang utama adalah topeng. Masing-masing tari topeng memiliki pakem ekspresi wajah topeng tersendiri. Ada yang menggambarkan sosok jenaka ada juga yang menggambarkan ekspresi sosok kesatria. 


B. Jenis-Jenis Properti Tari Topeng 

Properti Tari Topeng termasuk alat, busana dan aksesories yang biasa digunakan oleh penari topeng pada saat pentas diatas panggung. Properti ini digunakan untuk menghiasi seluruh tubuh penari, mulai dari kepala hingga kaki. Berikut ini adalah beberapa perlengkapan properti pada seni pertunjukan tari topeng yang biasa digunakan: 



Untuk seni tarian tradisional ini, topeng merupakan properti wajib dikenakan oleh para penari. Jenis jenis topeng yang dikenakan pun memiliki ekpresi dan karakter yang berbeda-beda sesuai dengan tema yang diangkat. 


1. Busana / Kostum Tari Topeng 



Selain topeng, perlengkapan yang perlu disiapkan saat akan mementaskan tarian ini adalah busana. Busana atau kostum pada tarian topeng meliputi baju, celana, sampur / selendang, ikat pinggang, mongkron, stagen, dan aksesoris lainya. Detail busana bisa dilihat dibawah ini: 


2. Baju Lengan Pendek 

Baju yang digunakan pada tarian topeng harus memiliki kriteria baju lengan pendek dengan warna yang mencolok. Penggunaan baju lengan pendek ini bertujuan agar para penari dengan bebas menggerakkan tangan saat menari. 


3. Celana Sepertiga 

Celana sepertiga adalah celana panjang yang panjangnya dibawah lutut, namun diatas mata kaki. Celana seperti ini menjadi pilihan properti tarian karena untuk memudahkan gerak kaki penari. 


4. Mongkron 

Mongkron merupakan aksesories busana yang digunakan sebagai penutup pada bagian dada penari. Mongkron ini biasanya memiliki motif hiasan bordir. Ragam motif dan corak yang menghiasi mongkron bergantung pada budaya lokal setempat. 


5. Selendang 

Selendang merupakan properti yang biasa digunakan pada tari topeng cirebonan. Selendang yang digunakan umumnya bermotif polos dan ada juga yang memiliki motif batik lokal sesuai darimana tari topeng tersebut berasal. 


6. Ikat Pinggang 

Ikat pinggang yang digunakan biasanya memiliki bentuk dan warna yang beragam, Penggunaan ikat pinggang ini selain bertujuan untuk menahan agar pakaian yang dikenakan tidak melorot saat penari menari juga sebagai hiasan. 



C. Aksesories / Perhiasan dalam Tari Topeng 




1. Anting 

Jenin jenis anting dalam tari topeng pun beragam, ada yang panjang dengan bandul warna warni ada juga yang pendek dan sederhana. Penggunaan anting ini tidak wajib, boleh mengenakan boleh juga tidak. 


2. Gelang Kaki 

Gelang kaki adalah aksesoris yang digunakan pada pergelangan kaki penari. Tiap daerah memiliki aksesoris gelang kaki yang berbeda beda, ada yang terbuat dari bahan logam maupun dibuat dari tali benang yang dihiasi oleh bandul warna warni. 


3. Sumping 

Sumping merupakan aksesoris yang dipakai pada bagian atas telinga, baik yang kiri maupun yang kanan. 


4. Gelang Tangan 

Gelang tangan pada penari topeng tidak hanya terbuat dari logam, namun juga bisa terbuat dari kertas warna keemasan sebagai pengganti emas Asli. Penggunaan kertas untuk mengganti logam emas ini biasanya dilakukan untuk menekan biaya pengeluaran. 


5. Keris 

Keris adalah properti yang termasuk dalam aksesories pada tari topeng. Namun tidak semua tari topeng menggunakan keris, sebagian ada yang menggunakan keris sebagai propertinya dan sebagian tidak. 


6. Mahkota Kembang 

Mahkota kermbang merupakan nama aksesoris mahkota warna warni yang ada di atas kepala penari tari topeng betawi. Tidak semua penari topeng menggunakan mahkota kembang, hanya tarian topeng betawi saja yang menggunakan properti ini. 


7. Ronce Bunga 

Ronce bunga atau untaian bunga yang disusun menjadi anting panjang ini biasanya digunakan dalam pementasan tari topeng cirebon. Bunga yang digunakan biasanya bunga melati atau diganti dengan bandul warna merah atau kuning. 



D. Alat Musik Pengiring Tari Topeng 




Salah satu properti pendukung tari topeng yang tidak bisa ditinggalkan adalah alat musik. Tidak hanya satu jenis alat musik saja yang digunakan untuk mengiringi tarian ini. Ada beberapa alat musik yang digunakan dalam tari topeng, antara lain: 

1. Satu Pangkon Saron.

2. Satu Pangkon Bonang.

3. Tiga Buah Gong yaitu Kiwul, Sabet, Telon.

4. Satu Pangkon Titil.

5. Satu Pangkon Kenong.

6. Seperangkat Alat Kecrek.7.Satu Pangkon Jengglong.

7. Satu Pangkon Ketuk.

8. Dua Buah Kemanak.

9. Satu Pangkon Klenang.

10. Seperangkat Kendang Yang Terdiri Dari Ketiping, Kepyang, dan Gendung. 



E. Lagu-Lagu Pengiring Tari Topeng 


Pada saat pementasan, tarian ini tidak hanya diiringi musik saja, melainkan juga diiringi oleh lagu lagu. Hal ini akan menambah keunikan dari tarian ini. Lagu untuk mengiringi tarian ini tidak hanya satu lagu saja, melainkan ada beberapa lagu antara lain: 

1. Kembangsungsang Untuk Topeng Panji.

2. Kembangkapas Untuk Topeng Samba.

3. Rumyang Untuk Topeng Rumyang.

4. Tumenggung Untuk Topeng Tumenggung.

5. Gonjing Untuk Topeng Kelana. 


Tari Topeng adalah tarian tradisional yang berasal dari Cirebon Jawa Barat. Dalam Tarian ini terdapat 5 jenis topeng yaitu Topeng Panji, Topeng Samba, Topeng Rumyang, Topeng Tumenggung dan juga Topeng Kelana. Masing-masing topeng memiliki karakter dan keunikan yang berbeda-beda. Topeng-topeng tersebut memiliki cerita yang berbeda antara topeng satu dengan topeng yang lain. 


Pementasan tarian ini bertujuan untuk hiburan dan juga untuk menyampaikan pesan moral kepada masyarakat. Dalam Tarian ini terdapat beberapa topeng dengan simbol-simbol yang mengandung banyak pesan moral. 


Seperti ajakan untuk hidup di jalan yang lurus serta ajakan untuk perbanyak berdzikir dan istighfar. Pada setiap jenis topeng juga terdapat makna dan cerita. 


F. Fungsi Tari Topeng 

Adapun fungsi dipentaskannya Tari Topeng ini sebagian besar dibagi menjadi tiga bagian. Apa saja fungsinya, berikut penjelasan selengkapnya. 

1. Pagelaran Komunal 

Ini adalah sebuah cara yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat bersama. Sehingga dalam pagelaran ini hampir semua masyarakat ikut berpartisipasi. 

Bahkan, acara yang dipertunjukkan juga sangat populer. Acara dimulai dengan ajakan dalang, musik seni dan masih banyak lainnya. 


2. Pagelaran Individual 

Ini adalah sebuah pagelaran yang dilakukan oleh pihak perorangan. Biasanya pagelaran ni dilakukan oleh seseorang yang melakukan hajatan. Tujuannya adalah untuk menghibur para tamu undangan. 


3. Pagelaran Berbarengan 

Ini adalah sebuah upacara keliling kampung yang mana dilakukan untuk merayakan panen. 

Pagelaran adalah suatu kegiatan dalam rangka mempertunjukkan karya seni kepada orang lain (masyarakat umum) agar mendapat tanggapan dan penilaian. Pergelaran adalah bentuk komunikasi antara pencipta seni (apresian) dan penikmat seni (apresiator).
Adipati Karno Gugur
28 Desember 2019   5:35 |

Oleh Deni Hidayat
Arjuna dan Karno ibaratnya seperti saudara kembar. Meskipun mereka hanya saudara seibu lain Bapak, tetapi wajah keduanya bagai pinang dibelah dua. Bahkan karena begitu miripnya, Dewa Kahyangan Bathara Narada pun tidak mampu membedakan mana Arjuna yang mana Adipati Karno kala itu.
Kedua senopati perang telah bersiap di kereta perang masing – masing. Adipati karno dikusiri oleh mertuanya Prabu Salya. Adipati Karno tahu bahwa Prabu Salya tidak dengan sepenuh hatinya dalam mengendalikan kereta perangnya. Prabu Salya, juga tidak sepenuh hatinya dalam mendukung Kurawa dalam perang ini. Hati dan jiwanya berpihak kepada Pandawa meskipun jasadnya di pihak Kurawa. Karena putri – putrinya istri Duryudono dan Karno, maka dengan keterpaksaan yang dipaksakan Prabu Salya memihak Kurawa pada perang besar ini.
Meskipun demikian, berulang kali sebelum perang terjadi Prabu Salya membujuk Duryudono agar perang ini dibatalkan. Bahkan dengan memberikan Kerajaan Mandaraka kepada Duryudono pun, Prabu Salya merelakan asal perang ini tidak terjadi. Namun tekat dan kemauan Duryodono tidak dapat dibelokkan barang sejengkal pun. Tekad Duryudono yang keras dan kaku ini juga karena dukungan Adipati Karno yang menghendaki agar perang tetap dilaksanakan.
Adipati Karno, berkepentingan dengan kelanjutan perang ini demi mendapatkan media balas budi kepada Duryudono dan kurawa yang telah mengangkat derajatnya dan memberikan kedudukan yang terhormat sebagai Adipati Awangga yang masih bawahan Hastina Pura. Maka latar belakang ini pula yang menambah kebencian Salya kepada menantunya, Adipati Karno.
Atas permintaan Prabu Kresna, Arjuna menghampiri dan menemui Adipati Karno untuk mengaturkan sembah dan hormatnya.
Dengan menahan tangis sesenggukan Arjuna menghampiri kakak tertuanya ”Kakang Karno salam hormat saya untuk Kakanda. Kakang, jangan dikira saya mendatangi Kakang ini untuk mengaturkan tantangan perang. Kakang, dengan segala hormat, marilah Kakang saya iringkan ke perkemahan Pandawa kita berkumpul dengan saudara pandawa yang lain layaknya saudara Kakang…”
Adipati Karno ”Aduh adikku, Arjuna. Adikku yang bagus rupanya, tinggi kesaktiannya, mulya budi pekertinya. Sudah berapa kali kalian dan Kakang Prabu Kresna membujuk Kakang untuk meninggalkan Astina dan bersatu dengan kalian Para Pandawa.
Aduh..adikku, jikalau aku mau mengikuti ajakan dan permintaan itu, Kakang tidak ada bedanya dengan burung dalam sangkar emas. Kelihatannya enak, kelihatannya mulia, kelihatannya nyaman. Tapi adikku, kalau begitu, sejatinya Kakang ini adalah seorang pengecut, seseorang yang tidak dapat memegang omongan dan amanah yang telah diniatinya sendiri. Adikku…bukan dengan menyenangkan jasad dan jasmani Kakang jikalau kalian berkehendak membantu Kakang mencari kebahagiaan sejati.
Adikku, Arjuna, jalan sebenarnya untuk mendapatkan kebahagiaan sejatiku adalah dengan mengantarkan kematianku di tangan kalian, sebagai satria sejati yang memegang komitmen dan amanah yang Kakang menjadi tanggung jawab Kakang.
Oleh karena itu Adikku, ayo kita mulai perang tanding ini layaknya senopati perang yang menunaikan tugas dan tanggung jawab yang sejati. Ayo yayi, perlihatkan keprigelanmu, sampai sejauh mana keprawiranmu, keluarkan semua kesaktinmu. Antarkan kakangmu ini memenuhi darma kesatriaannya. Lalu sesudah itu, mohon kanlah pamit Kakang kepada ibunda Dewi Kunti. Mohonkan maaf kepadanya, dari bayi sampai tua seperti ini belum pernah sekalipun mampu membuatnya mukti bahagia meskipun hanya sejengkal saja.”
”Aduh Kakang Karno yang hamba sayangi, adinda mohon maaf atas segala kesalahan. Silakan Kakang kita mulai perang tanding ini”
Setelah saling hormat antara keduanya, perang tanding kedua senopati perang yang mewakili kepentingan berbeda namun demi prinsip. Keduanya mengerahkan segala kemampuan perang darat yang dimiliki. Perkelahian tangan kosong ini telah berlangsung sampai matahari sampai di tengah kubah langit. Tidak ada yang kalah tidak ada yang unggul sampai sejauh ini. Keduanya menyerang dengan sama baik, keduanya menghindar dengan sama sempurna.
Pertarungan tangan kosong dilanjutkan dengan pertarungan dengan senjata keris. Karno memulai dengan menerjang mengarahkan keris ke ulu hati Arjuna. Kini keduanya saling menerjang dengan keris terhunus di tangan. Masing – masing mencari sasaran yang mematikan sekaligus menghindar dari sergapan lawan. Adu ketangkasan keris ini berlangsung sampai matahari condong ke barat, hampir mencapai paraduannya di akhir hari. Tidak ada yang cedera dan mampu mencedarai, tidak ada yang kalah dan mampu mengalahkan.
Keduanya memutuskan perang tanding dilanjutkan dari atas kereta. Arjuna sekali melompat sudah sampai pada kereta Jaladara. Demikian juga Karno, sekali langkah dalam sekejap sudah bersiap di kereta perangnya.
Adipati Karna menyiapkan anak panah dengan ajian Naraca Bala, begitu dilepaskan dari busurnya terjadilah hujan panah yang mengerikan.Namun di sisi lain, Arjuna adalah satria kinasih Dewata dengan kesaktian tanpa tanding. Meski terkena ratusan anak panah Naraca Bala, tidak tergores sedikitpun.
Adipati Karno melihat kesaktiannya tidak mempan, maka disiapkannya Anak Panak Kunta Drewasa pemberian Dewa Surya. Jagad sudah mendengar bagaimana kesaktian anak panah ini, jangankan tubuh manusia gunung pun akan hancur lebur jika terkena anak panah ini. Prabu Salya tidak rela anak – anaknya Pandawa kalah dalam perang ini. Maka disentaknya kendali kerata perang, Tangan Karno pun goyah, dan lepasnya anak panah meleset dari sasaran.
Di sisi lain, Kresna tahu kesaktian pusaka itu dan apa yang akan terjadi kepada Arjuna jika Kunta Drewasa tepat mengenai sasarannya. Maka dihentaknya kereta kuda dengan kaki dan kesaktiannya. Roda kereta amblas dua jengkal menghujam bumi. Anak panah Kunta Drewasa terlepas, namun meleset tak menerjang leher dan mengenai gelung rambut Arjuna. Jebolnya gelung rambut Arjuna disertai dengan lepasnya topong keprabon yang dikenakannya. Arjuna malu karena gelung rambutnya ambrol dan topongnya, maka dengan sigap Kresna, menyambung rambut Arjuna dengan rambutnya sendiri. Digantikannya topong Arjuna dengan yang lebih bagus.
”Arjuna…,kelihatannya ini sudah sampai waktunya Adipati Karno menyelesaikan darma baktinya. Siapkanlah anak panah Pasopati dengan busurnya. Kiranya itu yang akan menjadi sarana menghantarkan Kakangmu Adipati Karno menuju kebahagiaan sejatinya”
Arjuna menyiapkan Panah Pasopati yang anak panahnya berbentuk bulan sabit. Ketajaman bulan sabit ini tak ada yang meragukannya. Arjuna adalah satria dengan tingkat keahlilan memanah mendekati sempurna. Dia membidik bukan dengan mata lahirnya namun dengan mata batinnya. Oleh karena itu, sangat akurat dalam mengenai bidikannya.
Sekarang anak panah Pasopati telah siap di busurnya. dikerahkan segala konsentrasinya, dibidiknya leher Adipati Karno. Dalam konsentrasi yang dalam ini, terikut serta dalam keraguan dan kegamangan, terbayang masih teringat, kakak sedarah dan asalnya yang sama, saudara yang dia cintainya. Tetapi dengan kematanganya sebagai seorang Satriya, Tugas amanah adalah janji yang harus dilaksanakan, mengikuti jalannya menyambut takdir yang sudah ditakdirkan, lalu di bidikkannya dan dilepaskan anak panah Pasopati, mengarah kepada leher Adipati Karno. Ditetapkannya hatinya, inilah cara yang dikehandaki sang Kakak untuk membuatnya bahagia. Dalam hati dia berdoa kepada Tuhan Yang Maha tunggal, agar kiranya mengampuni kesalahannya ini.

Adipati Karna

Konsistensi Panglima Perang Hastina

Oleh  Deni Hidayat


Wonten malih, kinarya palupi, Basukarna  narpati   Ngawangga,
lan Pandhawa tur kadange, len yayah tunggil ibu, suwita  mring
Sri Kurupati, aneng nagri Ngastina kinarya gul-agul,   manggala
Golonganing prang, Bharatayuda ingadeken senopati, ngalaga ing Kurawa


Tembang Dhandhanggula di atas mengingatkan kita pada karya Sri Mangkunegara IV dalam Serat Tripama yang sampai saat ini masih tetap melegenda dalam konsepsi  budaya Jawa. Serat Tripama merupakan tulisan yang menampilkan tiga tokoh wayang  yang patut dan dianjurkan untuk dijadikan teladan bagi orang yang ingin mengabdikan diri  dalam bidang keparajuritan dan   kewiraan. Tokoh wayang tersebut adalah Mahapatih Sumantri dari Maespati, Mahawira Kumbakarna dari Alengka, dan Adipati Basukarna dari Hastina.
Adapun tembang Dhandhanggula di atas bila diterjemahkan bebas kurang lebih sebagai berikut : “Ada lagi teladan yang pantas dicontoh. Basukarna seorang raja dari Ngawangga, dengan Pandawa yang masih bersaudara, lain ayah tetapi sekandung (sama ibu), yang dengan setia mengabdi  kepada Prabu Kurupati dari negeri Hastina sebagai benteng, panglima perang, dalam perang Bharatayuda menjadi Panglima Perang untuk membela Kurawa”.
            Menelusuri tokoh wayang yang satu ini memang sangat menarik. Basukarna atau nama kecilnya Karna dilahirkan ke mayapada, akibat kesalahan Dewi Kunti. Putri Mandura itu bermain-main dengan mantra Druwasa. Ia ingin bertatap muka dengan Batara Surya yang cakap dan tampan. Dari perbuatannya yang kurang hati-hati itu, akhirnya beberapa bulan ia mengandung. Alangkah aib peristiwa itu. Beruntung, Resi Druwasa berkenan untuk menolong. Sang bayi dilahirkan lewat telinga. Itulah sebabnya, dia dinamakan Karna yang berarti telinga. Lengkapnya Basukarna, karena sesungguhnya, ia putra seorang basu. Dalam hal ini dimaksudkan sebagai putra Resi Druwasa, karena dialah penyebabnya. Disebut pula dengan nama Suryaputra, karena putra Dewa Surya, sang penguasa matahari.
Demi menjaga nama keluarga dan kehormatan negeri Mandura, Karna harus dibuang. Sebelum dibuang dengan air mata bercucuran layaknya seorang ibu Dewi Kunti mendekap bayi itu erat-erat sembari menciuminya dengan penuh kasih sayang. Diam-diam ia menyematkan kalung berliontin  separuh pada lehernya. Yang separuhnya disimpannya. Siapa tahu, Karna dapat diketemukan kembali di kemudian hari. Sedangkan liontin yang terbagi dua dengan diukir setengah namanya pula, akan menjadi tanda bukti yang tak terbantahkan lagi. Dengan hati-hati, anak itu dimasukkan ke dalam kotak. Sepintas ketika mengamati untuk terakhir kalinya, Kunti melihat anak itu ternyata beranting-anting dan dadanya mengenakan perisai yang bersembunyi dibalik kulit dagingnya.




                                           Adipati Karna naik Kereta Jathisura dalam perang
                                                Bharatayuda    (Foto:Koleksi Pribadi)

            Kotak itu membawa Karna  terapung-apung di atas sungai Gangga.Adirata yang sedang mencari ikan menemukannya dan dengan girang anak itu dipelihara layaknya anak sendiri, karena sudah sekian lama berkeluarga ia belum dikaruniai momongan. Adirata adalah seorang sais istana Hastina. Dengan penuh kasih sayang, ia membesarkan Basukarna. Dan Basukarna tumbuh menjadi seorang pemuda yang cekatan dan berotak cerdas. Ia tidak hanya pandai menyerap semua ajaran ayah angkatnya sebagai sais kereta, tetapi ia juga mengenal ilmu bintang. Dengan mudah ia menguasai  dan menaklukkan kuda betapa binalpun. Bahkan harimau yang masih ganas tunduk pada perintah-perintahnya.



         
                                                  Adipati Karna menerima Panah Kuntawijayandanu
                                                               (Foto: Koleksi Pribadi)
             Pada suatu hari ia ikut Adirata ke istana. Ia tertarik kepada para Kurawa dan Pandawa yang sedang belajar ilmu perang. Dengan penuh perhatian ia mengamati mereka. Tampak di hadapannya, ia melihat kesalahan dan kecanggungan Kurawa  melakukan petunjuk Resi Druna dan ajaran Resi Krepa. Sebaliknya, ia kagum menyaksikan ketangkasan dan kecerdasan Pandawa berolah berbagai senjata. Timbullah suatu kegelisahan di dalam hatinya.
 “ Dapatkah aku ikut berlatih bersama mereka ayah ?” tanya Karna.
 “ Oh tidak, anakku,” jawab Adirata.
 “ Mengapa ayah ?” kejar anak angkatnya itu
Dengan terbata-bata sang ayah menjawab,”Karena engkau hanya anak seorang sais kereta kerajaan.”
Pedih dan pahit benar bunyi jawaban itu. Tetapi ayah angkatnya menjawab dengan jujur. Menghadapi kenyataan itu, terjadilah suatu pemberontakan dalam  hatinya. Kenapa ia dilahirkan sebagai anak seorang kusir ?
Jiwa yang berontak itu melebihi perasaan rendah diri. Ia tak mau kalah, karena merasa lebih mampu daripada ketangkasan Pandawa. Mulailah ia mencari akal. Diam-diam ia selalu  hadir untuk mengintip semua ajaran Resi Druna dan Resi Krepa ketika memberi pelajaran kepada keturunan darah Bharata itu. Sesampainya di rumah, ia berlatih dengan tekun. Tujuannya, ia ingin mempunyai kepandaian sejajar dengan mereka. Dengan didukung kemauan kuat, kekerasan hati dan ketekunannya, jadilah ia berhasil mengatasi perasaan rendah diri. Semua pelajaran Resi Druna dan Krepa dapat dikuasai dalam waktu relatif singkat. Kemudia ia menjelma menjadi seorang pemuda yang berhak mengangkat diri di tengah pergaulan masyarakatnya.  Hal itu terjadi tak lama kemudian.
Pada suatu hari, penduduk berbondong-bondong memenuhi arena laga putra-putra Raja Hastina. Kurawa dan Pandawa hendak mempertontonkan ketangkasannya berolah senjata yang diajarkan Resi Druna dan Krepa. Ketika pertandingan dimulai, segala macam keahlian dipertunjukkan. Kurawa merasa gelisah, resah, cemburu, iri, mendongkol, dan dendam karena menyaksikan  betapa Pandawa jauh lebih tangkas dan  mahir daripada kelompok mereka. Apalagi Arjuna. Ksatria berwajah tampan ini, kelihatan paling menonjol. Segala macam senjata dikuasainya dengan sempurna. Bidikan anak panahnya tak pernah meleset dari sasaran. Bahkan mampu menembus sasaran berlapis tujuh sekali bidik. Semua penonton berdiri mengelu-elukan dan menyanjungnya tiada henti.
Dalam kegemparan yang diliputi tarik ulur tersebut, tiba-tiba semua hadirin dikejutkan oleh suara lantang yang bergema laksana halilintar menyambar. Ternyata ada seorang penonton yang masih muda belia telah meloncat masuk gelanggang. Itulah Basukarna yang sudah tak kuasa menahan diri melihat kesuksesan Arjuna dan  menyaksikan Kurawa junjungannya selalu mendapat kekalahan,  hatinya berontak.
Tanpa pikir panjang, ia kemudian memperlihatkan semua apa yang dilakukan oleh Arjuna dengan sangat sempurna. Penonton pun dibuat kagum dibuatnya termasuk para ketua Hastina. Sedangkan Kunti yang berada di atas panggung sudah berdebar-debar hatinya. Kemiripan wajah Basukarna dengan Arjuna tak lepas dari perhatiannya. Dan setelah melihat dengan jelas pemuda itu memakai anting-anting bergambar matahari bercahaya, persis dengan kalung yang ia pakai sendiri. Kunti tak ragu-ragu lagi, itulah Suryaputra putra pertamanya. Bahkan ketika Arjuna dan Karna siap berlaga dilindungi simbol-simbol kekuatan Batara Surya dan Batara Indra yakni matahari dan guntur saling berkejaran, seketika itu mata Dewi Kunti menjadi berkunang-kunang.
Dalam keadaan kalut Resi Krepa melerai mereka, dan menegur Karna yang tak pantas masuk ke gelanggang karena bukan dari golongan ksatria. Seketika itu dada Basukarna seperti terbelah, karena menahan kepedihan yang tak terkira. Beruntung Duryudana tanggap, saat itu juga derajat Basukarna diangkat menjadi Adipati di Awangga. Kedudukannya sejajar dengan golongan ksatria. Kata-kata Duryudana inilah yang menyebabkan Basukarna setia kepadanya. Sebab kata-kata itu sendiri berarti memberinya hak hidup.  Sekaligus ia terangkat dari lembah hina sebagai seorang yang mulia. Kemuliaan sekaligus kehormatan itu pantas ditebus dengan taruhan jiwa dan raga.

MENGENAL SOSOK ADIPATI KARNA
TARI WAYANG ADIPATI KARNA
Deni Hidayat  /   DESEMBER 19, 2019   /

Putera yang terbuang.
Dalam wiracarita Mahabharata, dikisahkan ada seorang puteri cantik bernama dewi Kunti, ia adalah puteri dari prabu Kuntiboja atau Basukunti, seorang raja dari bangsa Yadawa. Dewi Kunti remaja berguru pada seorang resi bernama Durwasa. Karena sang resi sangat sayang kepada anak muridnya tersebut, akhirnya sang resi memberikan kesaktian berupa mantera Adithyahrehdaya kepada dewi Kunti. Mantera itu memiliki kesaktian untuk memanggil dewa sekaligus mendapat anugerah putera dari dewa yang dipanggilnya tersebut.
Karena rasa kuriositasnya yang tinggi, dewi Kunti akhirnya mencoba kesaktian barunya itu kala terbit sang surya. Tak lama kemudian, turunlah bhatara Surya memenuhi panggilan sang dewi. Karena dewi Kunti memanggilnya dengan manteraAdithyahrehdaya, maka sang dewa pun menganugerahkan putera kepada dewi Kunti. Namun, karena saat itu dewi Kunti belum menikah, maka bhatara Surya pun membantu dewi Kunti untuk melahirkan melalui telinganya agar kegadisan sang dewi tetap terjaga. Untuk menjaga dari aib yang akan menimpanya, maka jabang bayi yang baru lahir tersebut kemudian dihanyutkan ke sungai Aswa. Agar kelak dikenali di kemudian hari, jabang bayi itu pun diberi pakaian serta perhiasan khas bhatara Surya sebagai identitasnya. Tak lama dari peristiwa itu, dewi Kunti kemudian menikah dengan pangeran dari Hastinapura, bernama Pandu Dewanata. Kelak di kemudian hari, mereka berdua beserta dewi Madrim akan melahirkan lima orang ksatria yang dikenal sebagai para Pandawa.
Jabang bayi yang dibuang itu akhirnya ditemukan oleh seorang kusir istana Hastinapura bernama Adirata. Karena pakaian yang dikenakan oleh si bayi merupakan identitas khas bhatara Surya, maka Adirata memberi nama bayi tersebut Basusena. Beranjak besar, Basusena pun terkadang dipanggil Radheya yang berarti anak Radha yang merupakan isteri dari Adirata. Karena menyadari bahwa anak angkatnya sebenarnya berasal dari kasta ksatria, maka ketika Basusena beranjak dewasa, Adirata berusaha agar anaknya dapat belajar kepada Begawan Dorna. Tetapi karena Basusena hanyalah anak seorang kusir, maka Dorna pun dengan mentah-mentah menolaknya. Basusena tidak putus asa akan hal itu, ia kemudian selalu hadir dan mencuri-curi ilmu ketika Resi Dorna mengajar para Pandawa dan Kurawa.


Adipati Karna
Di akhir pendidikan para Pandawa dan Kurawa, resi Dorna mencoba memperlihatkan kemampuan para anak didiknya tersebut. Sebagai hasilnya, Dorna mengumumkan bahwa Arjuna-lah yang terbaik, namun pada saat itu, Basusena tiba-tiba maju untuk menantang Arjuna, karena ia merasa dapat mengalahkannya dalam ilmu memanah. Tantangan dari Basusena kontan saja ditolak oleh Dorna, alasannya masih sama, karena Basusena adalah putera seorang kusir dan bukan dari golongan ksatria. Namun pada saat itu, Duryudana yang merupakan sulung dari para Kurawa datang untuk membela Basusena. Duryudana yang telah mengetahui kemampuan si anak kusir itu meminta kepada ayahnya, prabu Destarata untuk mengangkat Basusena sebagai Adipati atau raja bawahan di Awangga. Permintaan Duryudana tersebut bertujuan untuk mengangkat derajat Basusena menjadi seorang ksatria. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi titik balik dari kehidupan Basusena. Kebaikan dari Kurawa tersebut kelak dijadikannya sebagai hutang budi. Karena kemampuannya yang mumpuni dalam ilmu berperang maka Basusena pun disebut dengan nama Karna. Versi lain menyebutkan bahwa nama Karna berasal dari kata ”telinga” yang merupakan bagian dari proses kelahiran sang Basusena. Setelah peristiwa pengangkatan Basusena sebagai Adipati di Awangga, maka selanjutnya, ia dikenal dengan nama Adipati Karna.


Basusena dan Kontawijayadanu
Perselisihan antara Karna dan Arjuna memang sudah diramalkan oleh para dewa. Di garisan nasib, kedua saudara se-ibu tersebut ditakdirkan akan bertempur di padang Kurusetra pada perang besar Bharatayudha. Takdir itu membuat ayah dari kedua ksatria itu menjadi sangat khawatir. Untuk menyelamatkan Arjuna, dewa Indra yang adalah ayah kandungnya turun ke bumi dan menyamar menjadi seorang resi tua. Ia berupaya untuk merebut baju zirah milik Adipati Karna yang merupakan pemberian dari ayahnya, dewa Surya. Tetapi di luar perkiraannya, Karna ternyata dengan penuh keikhlasannya memberikan baju zirahnya tersebut, karena ia telah bersumpah untuk menjadi seorang yang ikhlas dan dermawan. Melihat sifat Karna yang mulia itu, dewa Indra justru terharu dan akhirnya menganugerahkan senjata pusaka Kontawijayadanu kepadanya. Senjata itu mampu membunuh siapa saja tak terkecuali para dewa, namun hanya dapat dipakai sekali saja. Versi lain menyebutkan bahwa ketika Gatotkaca lahir, tali pusarnya tidak dapat diputus dari rahim dewi Arimbi. Untuk memotong tali pusar tersebut dibutuhkanKontawijadanu milik dewa Indra. Agar niatan tersebut dapat tercapai maka para Pandawa mengutus Arjuna untuk meminjam senjata itu kepada ayahnya. Niatan tersebut rupanya sampai ke telinga dewa Surya dan langsung disampaikan kepada Karna, puteranya. Dengan bantuan ayahnya, Karna berhasil menjalankan tipu muslihatnya untuk mencuri Kontawijadanu. Mengetahui bahwa senjata milik dewa Indra jatuh ke tangan Adipati Karna, Arjuna akhirnya mendatangi Karna dan mengajaknya berkelahi untuk merebut kembali Kontawijayadanu. Karena sama-sama kuat, maka Arjuna pun hanya mendapat sarungya saja. Akhirnya sarung konta itulah yang dipakai untuk memotong tali pusar Gatotkaca, anehnya sarung itu langsung masuk ke dalam tubuh putera Bima tersebut. Walhasil kejadian itu membuat Gatotkaca menjadi sakti mandraguna. Kontawijayadanu yang berada di tangan Adipati Karna kelak akan kembali ke sarungnya yang berada di dalam tubuh Gatotkaca. Peristiwa dan ramalan itu pula yang dianggap sebagai kejadian yang akan menghindarkan Arjuna dari kematian di tangan Karna.
Adipati Karna dan asal usulnya.
Dalam hal percintaan, Adipati Karna mulai menunjukkan kompleksitas kepribadiannya. Wanita yang ia pilih sebagai kekasih hatinya adalah Surtikanti puteri prabu Salya. Surtikanti ini sebenarnya adalah calon permaisuri Hastinapura, calon isteri dari Duryudana, kawan dan sahabat dekat Karna. Dikisahkan dari sebuah versi, Arjuna menangkap basah Karna yang sedang berkasih-kasihan dengan puteri Surtikanti. Mereka pun akhirnya berkelahi, namun pertarungan tersebut dilerai oleh dewa Narada. Pada saat itu pula dewa Narada memberitahu kepada Karna tentang asal-usulnya yang merupakan putera dari dewi Kunti. Versi lain mengatakan bahwa Karna mengetahui asal-usulnya justru dari Kresna yang pada waktu itu berniat untuk membujuk Karna agar kelak memihak Pandawa di perang Bhatarayudha. Pada saat itu Karna menolak bujukan Kresna, meskipun ia menerima dan memaafkan apa yang terjadi pada dirinya dulu. Hutang budi adalah alasan mengapa Karna tetap membela Kurawa, namun ada versi lain yang menyebutkan pula bahwa Karna tetap membela Kurawa agar Duryudana mendapat suntikan moral dalam pasukannya, sehingga sang pangeran Hastina tersebut tidak mundur dari perang Bharatayudha. Ia berpendapat bahwa hanya Pandawa yang dapat menghancurkan kejahatan Kurawa dan untuk itu Kurawa harus tetap ikut berperang. Sesaat sebelum dimulainya Bharatayudha, Karna bertemu terlebih dahulu dengan dewi Kunti, ibu kandungnya. Pada pertemuan itu, Karna memaafkan ibunya dan bersumpah tidak akan membunuh satu pun adik-adiknya dalam perang Bhatarayudha.





 Setelah sekian lama ditunggu-tunggu akhirnya Dewi Arimbi mengandung anak dari Bima. Seluruh rakyat Pringgandani sangat bersukacita, dikarenakan anak ini akan menjadi generasi penerus sebagai Raja di Pringgandani bila Dewi Arimbi sudah tiada.Saat itu seluruh putra Pandawa disertai Sri Batara Kresna tidak ketinggalan seluruh punakawan Semar, Astrajingga, Dawal dan Gareng berkumpul di Istana Pringgandani, merka sedang berkumpul menunggu saat kelahiran sang putra Bima. Tidak lama berselang terdengar tangisan bayi menggelegar menggentarkan seantero Pringgandani, seluruhnya yang berada di bangsal menarik nafas panjang. Sesaat kemudian ada emban yang menghaturkan berita bahwasanya sang putra mahkota laki-laki telah lahir dalam keadaan sehat begitu juga dengan kondisi sang ibu. Mendengar hal tersebut bertambahlah kebahagian semuanya, satu persatu dari mereka memberikan selamat kepada Raden Aria Werkudara alias Bima atas kelahiran putrannya.
Beberapa waktu kemudian mereka bisa masuk menjenguk kedalam kamar, disana terlihat Dewi Arimbi sedang berbaring diatas ranjang berhiaskan emas permata beralaskan sutera berwarna biru terlihat senang dengan senyum mengembang dibibirnya menyambut kedatangan Bima diiringi oleh seluruh kadang wargi (saudara). Tidak jauh dari tempatnya berbaring terlihat sebuah tempat tidur yang lebih kecil, diatasnya tergolek seorang bayi laki-laki sangat gagah dan tampat layaknya ksatria trah dewa, hanya saja ari-ari dari bayi tersebut masih menempel belum diputus. Ketika hal tersebut ditanyakan emban menjawab bahwa seluruh upaya untuk memotong tali ari-ari tersebut selalu gagal. Tidak ada satu senjatapun yang berhasil memotongnya.
Mendengar hal tersebut Bima sangat gusar dan meminta tolong kepada saudara-saudaranya untuk memotong tali ari-ari anaknya yang diberinama Jabang Tutuka. Bima mencoba memotong dengan kuku pancana gagal, diikuti oleh Arjuna mencoba menggunakan seluruh senjatanya diawali dengan keris Pancaroba, keris Kalandah, panah Sarotama bahkan panah Pasopati semuanya gagal. Sri Batara Kresna yang saat itu hadir mencoba dengan senjata saktinya Cakra Udaksana, hanya menghasilkan percikan-percikan api ketika dicoba memotong tali ari-ari itu. Semuanya terbengong-bengong merasa takjub dan heran disertai rasa putus asa, Dewi Arimbi hanya bisa menangis melihat hal tersebut dirundung rasa khawatir jika anaknya harus membawa tali ari-ari hingga dewasa. Ditengah suasana tersebut tanpa diketahui sebelumnya Begawan Abiyasa yang tak lain kakek dari para Pandawa atau buyut dari Jabang Tutuka telah hadir ditempat tersebut, semua yang hadir memberikan sembah sungkem kepadanya. Begawan yang sakti mandraguna ini mengatakan bahwa tali ari-ari itu hanya akan bisa dipotong oleh senjata kadewatan yang berasal dari Batar Guru. Untuk itu Sang Begawan meminta Arjuna untuk pergi ke Kahyangan mencari senjata tersebut. Setelah mendapat perintah dari kakeknya dan meminta ijin kepada saudara-saudaranya Arjuna disertai oelh para punakawan segera menuju Kahyangan untuk mencari senjata yang dimaksud oleh Begawan Abiyasa, sedangkan Sang Begawan sendiri bergegas pulang kembali ke Padepokan setelah memberikan do’a serta merapal beberapa mantra untuk buyut / cicitnya tersebut.
Nun jauh di Kahyangan sana keadaan sedang gonjang-ganjing dikarenakan serangan dari Naga Percona yang ingin memperistri salah satu bidadari yang bernama Dewi Supraba. Dikarenakan Naga Percona bukan sembarang makhluk, dia adalah raja yang mempunyai kesaktian mumpuni dan bisa dikatakan sama bahkan sedikit diatas diatas para dewa, jelas sangat merepotkan barisan dewa-dewa yang dipimpin oleh Batara Indra dalam menghadapi nya. Serangan petir Batara Indra tidak ubahnya lemparan daun-daun kering dari anak-anak, kobaran api Batara Brahma hanya menjadi menjadi mainan saja. Batara Bayu yang mendoronganya dengan badai besar tidak membutnya mundur walaupun seujung kuku, bahkan badannya tidak goyang sedikitpun. Cakra Udaksana dari Batar Wisnu sama sekali tidak mencenderainya, singkatnya para dewa dipukul mundur dengan kondisi babak-belur.
Batara Guru merapal mantra dan melihat Kaca Trenggana, diperoleh keterangan bahwa yang bisa mengalahkan Naga Percona hanyalah Jabang Tutuka anak Bima yang baru lahir. Selanjutnya Batara Guru memerintahkan Batara Narada untuk memberikan senjata darinya yang bernama panah Konta Wijayadanu kepada Arjuna untuk memotong ari-ari Jabang Tutuka dengan imbalan bayi tersebut harus menjadi panglima perang mengahadapi Naga Percona. Disaat yang bersamaan Aradeya atau Karna sedang bertapa di tepi Sungai Gangga mencari senjata sakti untuk dirinya, pada saat Batara Narada mendekati tempat tersebut hatinya senang karena Aradeya ini disangkanya Arjuna, karena rupanya benar-benar mirip dan Batara Surya yang merupakan ayah dari Aradeya sengaja mengeluarkan sinar berkilauan disekitar Aradeya sehingga Batara Narada tidak terlalu jelas melihatnya, sehingga tidak sadar bahwa orang yang diserahi senjata tersebut bukanlah Arjuna.
Setelah mendapatkan senjata sakti kadewatan Aradeya sangat gembira dan langsung berlari tanpa mengucapkan terima kasih kepada Batara Narada, hal itu membuat Batara Narada tersadar bahwa dia salah orang, tidak lama kemudian Arjuan disertai oleh para Punakawan datang ketempat tersebut, dengan sedih Batara Narada bercerita bahwa dirinya telah salah orang menyerahkan senjata kadewatan yang seharusnya diserahkan kepada Jabang Tutuka lewat tangan Arjuna, malah diserahkan kepada orang yang tidak dikenal dan mempunyai rupa mirip dengan Arjuna. Mendengar hal tersebut Semar sangat menyalahkan Batara Narada karena gegabah menyerahkan senjata sakti kepada orang asing, serta segera meminta Arjuna mengejar orang tersebut.
Arjuna berlari dan berhasil menyusul Aradeya, awalnya senjata tersebut diminta baik-baik dan dikatakan akan digunakan olehnya untuk memotong tali ari-ari keponakannya. Aradeya tidak menggubrisnya akhirnya terjadi perang-tanding memperebutkan senjata tersebut, sampai suatu ketika Arjuna berhasil memegang sarung senjata tersebut sedangkan Aradeya memegang gagang panah Konta Waijayadanu. Mereka saling tarik dan akhirnya terjerembab dikarenakan senjata Konta lepas dari warangka / sarungnya. Kemudian Aradeya berlari kembali dan kali ini Arjuna kehilangan jejak.
Dengan sedih hati Arjuna menunjukkan warangka senjata Konta kepada Semar, kemudian atas saran Semar mereka kembali ke Pringgandani sedangkan Batara Narad disuruh pulang ke Kahyangan dan dikatakan bahwa Jabang Tutuka akan segera dibawa ke Kahyangan. Sesampainya di Keraton Pringgandani warangka tersebut digunakan untuk memotong tali ari-ari Jabang Tutuka, ajaib sekali tali ari-ari putus sedangkan warangka senajata kadewatan itu masuk kedalam udel Jabang Tutuka. Hal ini menurut Semar sudah menjadi suratan bahwa nanti diakhir cerita peperangan besar / Bharata Yuda senjata itu akan masuk kembali kewarangkanya, dengan kata lain Jabang Tutuka akan mati jika menghadapi senjata Konta Wijayadanu.
Setelah tali ari-ari berhasil dipotong Arjuna hendak membawa Jabang Tutuka ke Kahyangan untuk memenuhi janji kepada Batara Narada, bahwa Jabang Tutuka akan menjadi panglima perang dan menghadapi Naga Percona. Awalnya Bima melarang karena anaknya masih bayi dan dirinya sanggup untuk menggantikan melawan Naga Percona. Setelah Semar berkata bahwa Jabang Tutukalah yang harus berangkat karena dia yang dipercaya oleh dewa dan Jabang Tutuka pula yang telah menggunakan senjata kadewatan bukan yang lain. Disamping itu Semar menjamin jika terjadi suatu hal yang menyebabkan Jabang Tutuka celaka, Semar berani menaruhkan nyawanya kepada Bima. Mendengar hal tersebut dari Semar, Bima yang mempunyai pandangan linuwih dan menyadari siapa sesungguhnya Semar ini, akhirnya mengijinkan putra berperang melawan Naga Percona.
Arjuna disertai par Punakawan segera membawa Jabang Tutuka ke Kahyangan, setelah mendekati gerbanga Selapa Tangkep tepatnya di Tegal Ramat Kapanasan Arjuna meletakkan Jabang Tutuka ditengah jalan menuju gerbang. Selanjutnya Arjuna memperhatikan dari jauh bersama dengan para dewa, tak lama berselang Naga Percona datang dan melihat ada bayi ditengah jalan. Dia meledek Batara Guru yang dikatakannya sudah gila karena menyuruhnya bertarung dengan bayi yang hanya bisa menangis. Kemudia dia mengangkat Jabang Tutuka dan mendekatkan wajahnya ke wajah bayi tersebut, tidak disangkan tangan Jabang Tutuka mengayun dan berhasil meluaki satu matanya sehingga berdarah. Kontan Naga Percona marah dan membanting Jabang Tutuk kea rah pintu gerba hingga mati. Melihat hal tersebut para dewa tak terkecuali Batar Guru, Batara Narada dan Arjuna kaget dan was-was jika Bima sampai tahu anaknya mati oleh Naga Percona pasti akan mengamu ke Kahyangan. Hanya saja Semar dengan cepat berbisik ke Batara Guru untuk segera menggodok Jabang Tutuka di Kawah Candradimuka, Batara Guru segera memerintahkan Batara Yamadipati untuk segera membawa tubuh Jabang Tutuka ke Kawah Candradimuka dan menggodoknya. Selanjutnya para dewa disuruhnya melemparkan / mencampurkan senajata yang dimilikinya untuk membentuk tuduh Jabang Tutuka lebih kuat, lama-kelamaan terbentuklah tubuh satria gagah dari dalam godogan tersebut. Kemudian para dewa membirkannya pakaian dan perhiasan untuk Jabang Tutuka yang baru tersebut, selanjutnya diakarenakan dia mati belum waktunya berhasil dihidupkan kembali oleh Batar Guru.
Selain mendapat anugerah berupa pakaian, perhiasan dan senjata yang sudah membentuk tubuhnya Jabang Tutuka juga memperoleh beberanama dari para dewa diantaranya : KrincingWesi, Kaca Negara, Purabaya, Kancing Jaya, Arimbi Suta, Bima Putra dan Gatotkaca. Nama terakhir inilah yang kemudian digunakan dalam dunia pewayangan. Dengan tampilan yang sangat beda dari sebelumnya Jabang Tutuka yang menggunakan nama baru Gatotkaca bertempur kembali dengan Naga Percona, dan akhirnya behasil merobek mulut dan tubuh Naga Percona menjadi dua bagian. Itulah akhir dari hidupnya Naga Percona yang membawa kedamaian di Kahyangan, sekaligus menjadi awal kepahlawanan Gatotkaca sang putra Bima





 Tari Wayang sendiri merupakan salah satu tarian yang berasal dari Provinsi Jawa Barat sendiri. Dimana seperti yang kita tahu bahwa tarian ini mempunyai beberapa gerakan dan juga hal yang sangat menarik untuk disaksikan oleh berbagai orang yang ada pada daerah itu sendiri maupun orang lain yang datang berkunjung ke daerah tersebut hanya untuk sekedar melihat tarian tersebut sendiri. Tarian ini sendiri pun pada dasarnya sangat kental dengan berbagai adat yang ada pada daerah Jawa Barat ini sendiri, hal ini sendiri disebabkan oleh masih banyak warga masyarakat umum Jawa Barat yang melakukan berbagai upacara adat ataupun ritual-ritual dengan menggunakan beberapa tarian yang ada pada daerah Jawa Barat ini sendiri, sehingga beberapa tari yang ada di sini sangat-sangat identik dengan semua hal tersebut.
 Tarian yang ada di daerah Jawa Barat ini sendiri tentu saja memiliki beberapa hal yang terkadang menyimpan sebuah misteri yang terkadang tidak kita ketahui. Hal ini sendiri dapat berupa asal usul dari tarian itu sendiri yang terkadang bisa kita ketahui bahwa sangat berhubungan sekali dengan kekuatan mistis ataupun terkadang hanya dari beberapa sejarah yang telah ada pada daerah tersebut. Pada dasarnya sendiri tarian yang ada di Jawa Barat ini tentu saja biasanya menjadi salah satu hiburan yang bisa dinikmati oleh para masyarakat umum yang ada disana, dan terkadang pun sering dipakai pada saat penyambutan beberapa tamu agung yang datang ke provinsi Jawa Barat tersebut. Tarian pada daerah ini sendiri tentu saja memiliki beberapa makna yang sudah tidak asing lagi pada masyarakat umum yang ada di kota ini, sehingga mereka pun lebih mengenal bagaimana cara menggunakan tarian tersebut dalam berbagai event yang ada, baik event yang berupa adat ataupun acara umum seperti pesta perkawinan. Karena seperti yang kita tahu dua hal tersebut merupakan hal yang sangat berbeda dan oleh sebab itu maka tarian dari beberapa hal itu tentu saja sangat-sangat berbeda sehingga dapat menciptakan gerakan-gerakan dan juga mempunyai makna dan juga arti yang berbeda dari
semuanya itu.Tarian dari Jawa Barat ini sendiri terdiri dari Tari Topeng, Tari Jaipong, Tari Kursus, Tari Wayang, dan Tari Merak. Untuk khusus tari topeng sendiri mempunyai berbagai macam tarian topeng dengan beberapa jenis yang lainnya, pada hal ini sendiri tarian topeng tersebut sangat berbeda, dimana pada beberapa jenis yang ada, tarian tersebut dibuat berdasarkan arti yang berbeda sama sekali dengan berbagai tarian yang telah ada pada tarian topeng pada umumnya sendiri.Tari Wayang merupakan salah satu tarian yang berasal dari Jawa Barat sendiri, dimana tarian ini sendiri merupakan tarian yang dikenal masyarakat pada masa kesultanan Cirebon pada abad ke-16 pada saat itu oleh Syekh Syarif Hidayatullah, yang kemudian disebarkan oleh seniman keliling yang datang ke daerah Sumedang, Garut, Bogor, Bandung dan Tasikmalaya. Tari Wayang ini sendiri memiliki tingkatan ataupun beberapa jenis karakter yang berbeda misalnya saja pada karakter pria dan juga wanita yang memiliki perbedaan. Karakter Tari wanita sendiri terdiri dari Putri Lungguh untuk tokoh Subadra dan Arimbi serta juga Ladak untuk tokoh Srikandi.
sedangkan karakter tari pria terdiri dari :
  • Satria Lungguh untuk tokoh Arjuna, Abimanyu, dan Arjuna Sastrabahu.
  • Satria Ladak Lungguh untuk tokoh Arayana, Nakula dan Sadewa
  • Satria Ladak Dengah/Kasar untuk tokoh Jayanegara, Jakasono, adipati Karna dan sebagainya
  • Monggawa Dengah/Kasar seperti Baladewa dan Bima
  • Monggawa Lungguh seperti Antareja dan Gatotkaca
  • Denawa Raja seperti Rahwana dan Nakula Niwatakawaca.
Secara garis besar, jika dilihat dari segi koreografinya tari wayang memiliki tiga gerakan utama yaitu
Pokok ialah patokan tarian, gerak tersebut antara lain adeg-adeg, jangkung ilo, mincid, keupat, gedut, kiprahan, tindak tilu, engkek gigir, mamandapan, dan calok sembahan
Peralihan ialah gerak sebagai sisipan yang digunakan sebagai peralihan dari gerak satu ke gerak yang lainnya misal cindek, raras, trisi dan gedig. Khusus ialah gerak secara spesifik yang terdapat pada tari tertentu. Ada beberapa ciri utama dalam tari wayang yaitu:
  1. Tari wayang yang menggambarkan penokohannya seperti tari Adipati Karna, Tari Jayengrana, Tari Gatotkaca, dan Tari Srikandi x Mustakaweni, serta tarian yang menggambarkan jabatan seperti Tari Badaya
  2. Kekayaan tarian Wayang mempunyai ciri tingkatan karakter atau watak tertentu seperti:
Tari Badaya, wataknya putri ladak atau lincah,
Tari Srikandi x Mustakaweni, dua tokohnya mempunyai watak putri ladak atau lincah,
Tari Adipati Karna, wataknya lincah, atau disebut juga satria ladak,
Tari Jayengrana, wataknya lincah, atau disebut juga satria ladak,
Tari Gatotkaca, wataknya keras
Pada umumnya pertunjukan tari wayang diiringi oleh gamelan salendro
Setiap tarian wayang mempunyai ciri kostum atau busananya sendiri
Kekayaan tarian Wayang memiliki ciri bentuk pertunjukan yang tertentu seperti:
  1. Tari Badaya, termasuk bentuk tari rampak, massal atau berkelompok,
  2. Tari Srikandi x Mustakaweni, termasuk bentuk tari berpasangan atau duet,
  3. Tari Gatotkaca, Adipati Karna, dan Jayengrana, termasuk bentuk tari tunggal
Pengertian Wayang Secara Filosofis Wayang merupakan bayangan, gambaran atau lukisan mengenai kehidupan alam semesta. Di dalam wayang digambarkan bukan hanya mengenai manusia, namun kehidupan manusia dalam kaitannya dengan manusia lain, alam, dan Tuhan. Alam semesta merupakan satu kesatuan yang serasi, tidak lepas satu dengan yang lain dan senantiasa berhubungan. Unsur yang satu dengan yang lain di dalam alam semesta berusaha keras ke arah keseimbangan. Kalau salah satu goncang maka goncanglah keseluruhan alam sebagai suatu keutuhan (system kesejagadan)
Fungsi Wayang
Wayang sebagai penggambaran alam pikiran Orang yang dualistik Ada dua hal, pihak atau kelompok yang saling bertentangan, baik dan buruk, lahir dan batin, serta halus dan kasar Keduanya bersatu dalam diri manusia untuk mendapat keseimbangan Wayang juga menjadi sarana pengendalian sosial, misalnya dengan kritik sosial yang disampaikan lewat humor Fungsi lain adalah sebagai sarana pengukuhan status sosial, karena yang bisa menanggap wayang adalah orang terpandang, dan mampu menyediakan biaya besar. Wayang juga menanamkan solidaritas sosial, sarana hiburan, dan pendidikan


Kandungan Dalam Wayang
  1. Wayang Bersifat “Momot Kamot”. Wayang merupakan media pertunjukan yang dapat memuat segala aspek kehidupan manusia (momot kamot). Pemikiran manusia, baik terkait dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum maupun pertahanan keamanan dapat termuat di dalam wayang.
  2. Wayang Mengandung Tatanan, Tuntunan, dan Tontonan. Di dalam wayang dikandung tatanan, yaitu suatu norma atau konvensi yang mengandung etika (filsafat moral). Norma atau konvensi tersebut disepakati dan dijadikan pedoman bagi para seniman dalang. Di dalam pertunjukan wayang dikandung aturan main beserta tata cara mendalang dan bagaimana memainkan wayang, secara turun temurun dan mentradisi, lama kelamaan menjadi sesuatu yang disepakati sebagai pedoman (konvensi).
  3. Wayang Merupakan Teater Total. Pertunjukan wayang dapat dipandang sebagai pertunjukan teater total, artinya menyajikan aspek-aspek seni secara total (seni drama, seni musik, seni gerak tari, seni sastra, dan seni rupa). Dialog antar tokoh (antawecana), ekspresi narasi (janturan, pocapan, carita), suluk, kombangan, dhodhogan, kepyakan, adalah unsur-unsur penting dalam pendraman




Wayang Gong adalah seni pertunjukan sejenis wayang orang. Pertunjukan ini mengangkat cerita dari pakem Ramayana versi Banjar. Wayang ini dimainkan dengan pengolahan vokal pemain dan ditambah basik tari dalam lakon yang terdiri dari beberapa tilisasi. Tak hanya itu, pemain diiringi musik gamelan, elemen dramatik dan kating tari yang diiringi bunyi tambahan seperti ketopong yang membuatnya makin khas. Para pemain dirias sebagaimana layaknya tokoh yang ada di dalam kisah Ramayana. 

Menurut pakar Wayang Gong Banjar, Zulfansyah Bondan, kesenian ini di era 1960-1970an mendapat respon yang bagus dari generasi muda saat itu, namun dalam tiga dasawarsa terakhir yakni sekitar tahun 2000an kesenian ini mengalami kemunduran dan nyaris punah. Nyaris punah? Ya, dikatakan nyaris punah karena kesenian ini sudah jarang dimainkan. Salah satu kesenian tertua di Kalimantan Selatan ini kini hanya menunggu kepunahannya saja karena kelompok-kelompok yang memainkan kesenian ini sudah tak banyak lagi.


Dulu, kesenian ini sering dimainkan saat acara adat dan seni pertunjukan sosial kemasyarakatan seperti Mawlid Nabi, saprah amal, hajatan hingga nazar pasca panen padi. 

Namun sekarang sudah jarang dimainkan. 

Beruntung masih ada salah satu sanggar seni yang masih eksis memainkan kesenian ini walaupun insidential. Sanggar seni Kencana Ungu yang berada di Cirebon, yang di pimpin Bapak E. Panji Jaya Prawirakusuma lah yang membuat kesenian ini masih bertahan, walaupun dalam kondisi yang tak memungkinkan.

Dulu wayang gong dimainkan semalaman suntuk, sama halnya dengan wayang kulit banjar. Setiap lakon atau tokoh biasanya disertai dengan menambang atau nembang yang dibawakan oleh sinden. Sekarang agar tidak ditinggal oleh para penontonnya, permainan dipersingkat hingga sekitar 3 – 4 jam saja. Pada Wayang Gong, sekitar 10 orang yang memainkan alat musik tradisional, yang terdiri dari babun, gong besar dan kecil, sarun besar dan kecil, kenong dan lima alat. Pada saat memulai pertunjukan, terlebih dahulu dilakukan mamucukani, yakni tiga dalang membuka pagelaran untuk menyampaikan cerita apa yang akan dimainkan. Layaknya seperti sinetron di televisi, dari pemain utama hingga pemain pendukung disampaikan lebih dahulu kepada penonton.

Saat ini hanya sanggar seni Kencana Ungu yang memainkan kesenian wayang gong ini, karena saat ini nyaris tidak ada lagi sanggar seni lain yang memainkan salah satu kesenian tertua ini. Kalaupun ada, hanya dilakukan dengan cara bon”. Artinya para pemain diambil dari berbagai kelompok seni daerah dengan sistem cabutan. Misalnya mengambil pemain dari kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tapin.

Melihat keadaan memprihatinkan seperti ini, perlu diadakan upaya untuk melestarikan kebudayaan ini.
Dalam jangka Pendek, bisa dengan melakukan pendidikan dan pelatihan sistematik generasi muda dengan narasumber tokoh yang masih ada sekarang ini. Membuat proyek pembinaan kesenian sebagai program lanjutan pendidikan serta membuat wadah khusus berupa balai seni ditiap kota atau kabupaten di Kalimantan Selatan.

Dalam jangka panjang bisa dilakukan dengan cara merancang kemasan baru dalam pagelaran seni wayang gong dalam hal ini bisa dilakukan dengan cara tumbuh dan berkembang berupa diklat wayang gong bagi anak-anak dan remaja.
Nah, sekarang nasib kesenian daerah ada ditangan kita para generasi muda. Apakah kesenian tersebut akan kehilangan peminat dan hilang dari permukaan, atau kesenian tersebut akan kembali berjaya dengan penanggulangan dini.
Budaya yang besar mencerminkan betapa besar pula peradaban masyarakatnya. 



Wayang gong merupakan cabang kesenian dari sejarah wayang kulit yang tidak lepas dari induknya. Menurut G.A.J. Hazeu dan J.L.A. Brandes yang meniliti kesenian wayang, di peroleh satu kesimpulan bahwa kesenian wayang di Indonesia berinduk kepada kebudayaan asli jawa, meskipun cerita yang di sadur dari pengaruh kebudayaan Hindu. 

Bentuk kesenian wayang yang tertua adalah wayang purwa, dari sini kemudian dikembangkan menjadi jenis jenis wayang yang beragam. Di Kalimantan selatan seni wayang jelas menunjukan pengaruh dari kebudayaan suku Jawa. Dengan membandingkan jenis wayang kulit banjar dengan wayang kulit jawa bahkan dapat diketahui bahwa bentuk wayang, 

lakon dan kelengkapannya menunjukan bahwa ada kemiripan dengan kesenian wayang dari daerah jawa, di segi lain ukuran wayang, bahasa yang digunakan serta tata cara untuk melakukan pementasan sudah menunjukan adanya perkembangan yang khas sebagai “wayang banjar”. 

Perkembangan 
Sejarah wayang di Kalimantan selatan secara kronologis belum diketahui detailnya. Dalam “hikayat banjar” disebutkan bahwa seni wayang sudah tumbuh di Kalimantan selatan sejak hampir 6 abad silam. Maka semakin jelas bahwa wayang gong bukan pengaruh langsung dari jawa, melainkan perkembangan khas dari daerah kalimantan selatan. Menurut penuturan dari para seniman wayang gong, jenis wayang tersebut muncul setelah wayang banjar telah terlalu jauh berkembang baik ceritera maupun pementasannya. 

Kreasi yang Ditampilkan 
Wayang orang banyak melakonkan kisah kisah syair di luar pakam. Seni pentasnya juga cenderung surut. Maka wayang gong merupakan kreasi yang ingin mengangkat kembali kesenian ditengah masyarakat banjar. Kisah syair yang sering ditampilkan dalam kesenian wayang orang adalah “syair abdul muluk” dari melayu, selain itu kisah saduran “damarwulan”. 

Maka kemudian sangat dikenal dengan adanya seni abdul muluk atau “mada muluk” dan juga “badamarwulan”. Perkembangan selanjutnya, abdul muluk berkembang menjadi dua yaitu abdul muluk cabang adalah abdul muluk yang menggunakan “cabang” (kuluk atau ketopang) yang kemudian lebih dikenal sebagai “wayang gong”. 

Sedangkan yang lainnya adalah abdul muluk ceritera, yang kemudian dikenal sebagai “mamanda”. Wayang gong sendiri kemudian menurunkan kesenian “kuda gepang cerita” dan tarian kuda gepang. Sampai saat ini masih bisa disaksikan antara kesenian kesenian tersebut memiliki unsur pementasan (dalam hal kostum, baju tata rias dan gamelan) yang sama. 

Ciri dan Perkembangannya: 
Hal ini menunjukan perkembangan antara yang satu dengan yang lain sangat erat, bahkan mempunyai akar yang sama. Adapun antara “wayang orang” dengan “wayang gong” dibedakan berdasarkan beberapa ciri antara lain : Wayang orang mengambil kisah dari pakem mahabarata, sedangkan wayng gong selalu dari pakem ramayana. 

Watang orang tidak membedakan secara nyata tokoh peannya berdasarkan kostum yang dikenakan (meskipun terdapat penekanan tertentu untuk mendukung karakter), sedangkan wayang gong membedakan tokohnya dengan kostum penutup kepala yang disebut dengan katopan atau cabang, atau kuluk yang masing masing menggambarkan tokoh wayang orang lebih bebas sehingga lebih dapat melakonkan kisah kisah yang diadur dari kitab kitab syair melayu banjar, 

sedangkan wayang gong berdasarkan katopong yang dikenakan, lebih terikat kepada pakem ramayana. Wayang gong pada kurung waktu tertentu mempunyai peranan penting dalam sejarah seni pertunjukan di kalimantan selatan. Tidak seperti kesenian wayan pada seni wayang orang, 

wayang gong lebih luas perkembangannya di kalimantan selatan. Hampir pada setiap daerah yang berkembang wayang kulitnya, tumbuh, dan berkembang pula kesenian wayang gong-nya. Akan tetapi perkembanagn terakhir wayang gong dinilai kurang menggembirakan. 

Hal ini berkaitan arus perubahan yang terjadi sangat kuat menerpa tatanan kehidupan tradisional. Maka saat ini, kesenian wayang gong mulai jarang dipentaskan. Kelompok kelompok ksenian tersebut jumlahnya juga semakin surut. Sehingga tidak mengherankan saat ini tidak ada lagi kelompok kesenian besar, yang dipentaskan semalam suntuk. 

Demikian ulasan singkat mengenai tari wayang gong dan penjelasannya dapat menambah wawasan anda. 

Adapun antara “wayang orang” dengan “wayang Gong” dibedakan berdasarkan beberapa ciri, antara lain: 
Wayang orang mengambil kisah dari pakem Mahabharata, sedangkan wayang Gong selalu dari pakem Ramayana. 
Wayang orang tidak membedakan secara nyata tokoh perannya berdasarkan kostum yang dikenakan (meskipun terdapat penekanan tertentu untuk mendukung karakter), sedangkan wayang Gong membedakan tokohnya dengan kostum tutup kepala yang disebut “katopon” atau “cabang”, atau “kuluk” yang masing-masing menggambarkan tokoh 
Wayang Orang lebih bebas sehingga dapat melakonkan kisah-kisah yang disadur dari kitab-kitab syair Melayu-Banjar, sedangkan Wayang Gong berdasarkan katopong yang dikenakan, lebih terikat kepada pakem Ramayana. 



Wayang Gong pada kurun waktu tertentu mempunyai peranan penting dalam sejarah seni pertunjukan di Kalimantan Selatan. Tidak seperti pada Wayang Orang, Wayang Gong lebih luas perkembangannnya di Kalimantan selatan. Hampir pada daerah yang berkembang wayang kulitnya, tumbuh dan berkembang pula wayang Gong nya. 

Akan tetapi perkembangan terakhir Wayang Gong dinilai kurang menggembirakan. Hal ini berkaitan dengan arus perubahan yang terjadi sangat kuat menerpa tatanan kehidupan tradisional. Maka saat ini, kesenian Wayang Gong mulai jarang dipentaskan.Kelompok-kelompok kesenian tersebut jumlahnya juga semakin surut. Sehingga tidak mengherankan saat ini tidak ada lagi kelompok kesenian Wayang Gong yang lengkap untuk pementasan besar, yang dipentaskan semalam suntuk. 

Sebab-sebab dari surutnya kesenian wayang Gong antara lain, karena : 

1. Minimnya pemain yang sungguh-sungguh menekuni kesenian ini. Dengan bekal-bekal yang seadanya, seseoprang bermain Wayang Gong hanya “beramaian” atau turut meramaikan saja sehingga nilai semuanya dan kandungan filosofinya tidak diperhatikan. 

2. Adanya kebiasaan tidak baik dari sementara dalang di wilayah ini, yang tidak mau menyampaikan pengetahuannya tentang wayang kepada orang yang bukan keluarganya. 


KEUTAMAAN DAN KETERCELAAN ADIPATI KARNA
DALAM PERANG BHARATAYUDHA





Pada saat perang, Karna bertemu dengan masing-masing Pandawa (kecuali Arjuna), mengalahkan mereka, dan bahkan mampu untuk membunuh mereka. Tetapi Karna menepati janjinya kepada Kunti untuk tidak membunuh mereka. Pada perang hari ketigabelas, Drona mengatur formasi pasukan yang disebut Chakravyuha. Hanya Khrisna dan Arjuna di pihak Pandava yang mengetahui cara membuyarkan formasi ini; tetapi Khrisna dan Arjuna dengan sengaja dialihkan perhatiannya oleh pihak Kaurava ke bagian lain dari pertempuran. Abhimanyu, anak Arjuna, memiliki sebagian pengetahuan tentang formasi ini. Ia mendengarnya ketika masih dalam kandungan saat Khrisna menjelaskan tentang formasi ini kepada ibunya (ibu Abhimanyu adalah Subhadra, adik Khrisna). 

Tetapi saat itu Khrisna tidak menjelaskan sampai selesai. Sehingga Abhimanyu mengetahui cara memasuki formasi tersebut, tetapi tidak mengetahui cara keluar darinya. Pada hari itu tidak seorang pun sanggup mengalahkan Abhimanyu yang telah berada di dalam formasi Chakravyuha. Sendirian ia menandingi jendral-jendral pihak Kaurava termasuk Karna, Drona, dan Duryodhana. Atas perintah Drona, Duryodhana dan Karna mengeroyok Abhimanyu (Karna memanah busur Abhimanyu dan melumpuhkan keretanya, kemudian para Kaurava membunuh Abhimanyu. Jadi bukan Karna sendiri yang membunuh Abhimanyu). 

Pada perang hari keempatbelas, perang berlangsung sampai malam. Ghatotkacha, putra Bhima yang setengah raksasa, makin memporak porandakan barisan Kaurava (golongan Asura, termasuk raksasa, makin kuat di malam hari). Karna terpaksa memakai senjata Shakti yang dipinjamnya dari Indra untuk membunuh Ghatotkacha. Karena Indra hanya memperbolehkan Karna memakai senjata Shakti sekali saja, maka Karna kini tanpa senjata pamungkas dan baju besi serta antingnya yang tak tertembus senjata. Karna hanya bisa mengandalkan kesaktiannya sendiri dalam melawan Arjuna nanti.Pada perang hari kelimabelas, Drona terbunuh dan Karna menjadi senapati pasukan Kaurava. 

Pada hari ketujuhbelas, Karna akhirnya bertemu dengan Arjuna dalam pertempuran yang seru dan setanding. Karena telah kehilangan senjata pamungkas dan baju besinya, Karna hanya mengandalkan keahlian dan kesaktiannya sendiri. Dalam suatu kesempatan, Karna melakukan trik cerdik dengan keahliannya. Ia membuat Arjuna lumpuh sejenak dengan memanah dada Arjuna. Ketika Arjuna belum pulih dari pukulan pertama tadi, Karna melepaskan panah ke arah kepala Arjuna untuk membunuhnya. Khrisna menyelamatkan Arjuna dengan menekan kereta mereka sampai amblas ke tanah beberapa senti, sehingga panah Karna meleset dari kepala Arjuna. Banyak orang menganggap kejadian ini sebagai bukti superioritas Karna dari adiknya itu, paling tidak dari sisi keahlian dan kesaktian. 

Saat pertempuran berlangsung, salah satu roda kereta Karna selip di tanah berlumpur. Ini diakibatkan oleh kutukan Brahmana yang telah disebutkan di atas. Shalya yang menjadi kusir kereta Karna tidak bisa membantu karena telah dilumpuhkan oleh Arjuna. Karna meminta Arjuna untuk menghentikan pertempuran untuk menunggunya mengeluarkan roda kereta dari tanah berlumpur tadi. Arjuna setuju. Tetapi Khrisna menyuruh Arjuna melanggar kode keprajuritan dan membunuh Karna yang sedang tidak berdaya. Roda kereta Karna tidak bisa digerakkan dan kutukan Parashurama membuatnya tidak bisa membela diri. Khrisna mengingatkan Arjuna kekejaman Karna ketika ikut mengeroyok Abhimanyu yang sampai mati bertarung tanpa kereta dan senjata. 

Dengan penuh kemarahan dan kesedihan Arjuna melepaskan panah Anjalika ke arah Karna. Karna jatuh ke tanah dengan luka yang mematikan. Tetapi ujian untuknya belumlah berakhir. Khrisna menyamar sebagai seorang pertapa dan meminta sedekah kepadanya. Karna yang terluka parah tidak memiliki apa pun untuk diberikan, kemudian ia ingat masih memiliki satu gigi emas. Dengan penuh kesakitan Karna melepaskan gigi emasnya, membersihkannya kemudian memberikannya kepada Khrisna. Dengan demikian Karna menjadi satu-satunya manusia yang telah memberikan sedekah kepada Vishnu sendiri. Terharu dengan kemurahan hati Karna, Khrisna memberikan kesempatan kepada Karna untuk mengajukan satu permintaan kepadanya. Karna meminta agar jenasahnya diperabukan di tempat yang paling suci di dunia. Sebagai Vishnu, Khrisna kemudian memperabukan jenasah Karna ditelapak tangannya. 

Setelah kematian Karna, Kunti memberitahu Pandava bahwa Karna adalah putranya dan saudara tertua mereka. Para Pandava kemudian berkabung untuk Karna. Yudhistira, terutama, begitu terpukul mengetahui ibunya merahasiakan kenyataan bahwa Karna adalah saudara tertua mereka yang seharusnya mereka hormati dan patuhi. Ia kemudian mengeluarkan sabda agar sejak saat itu semua perempuan tidak lagi bisa menyimpan rahasia apapun untuk diri mereka sendiri. Pada hari kedelapanbelas, Kaurava tertumpas. Perang Bharatayudha berakhir, dan Yudhistira menjadi raja Hastinapura. Perbedaan dengan Arjuna
banyak persamaan antara Arjuna dan Karna. Keduanya adalah ahli memanah, dan saling bersaing untuk mendapatkan Draupadi. Keduanya juga mempunyai ikatan yang erat dengan kaurava, baik karena pertalian darah maupun karena persahabatan. Percakapan Karna dengan Khrisna sangat mirip dengan Bhagavad Gita yang terkenal itu, dalam mana Khrisna menjelaskan kepada Arjuna tentang kewajibannya sebagai seorang Khsatriya. Perbedaan mereka terletak pada keputusan yang diambil oleh masing-masing: Arjuna mengutamakan tugasnya sebagai seorang Khsatriya yang harus membela kebenaran apapun yang terjadi dan Karna mengutamakan persahabatanya dengan Duryodhana. 

Beberapa Pendapat yang mendukung Superioritas Karna atas Arjuna
Banyak pendapat bahwa alasan Bhisma untuk tidak memperbolehkan Karna bertempur bersamanya ketika ia menjadi senapati adalah rasa cintanya kepada Pandava. Jika Bhisma dan Karna muncul bersamaan di medan perang, Pandava tidak akan mampu memenangkan Bharatayudha. Saat itu Bhisma berdalih bahwa karena Karna berasal dari kasta yang lebih rendah. Dalam suatu kejadian saat pertempuran Karna dan Arjuna, kereta Arjuna terpental ke belakang beberapa meter oleh panah Karna. Khrisna memuji kehebatan Karna karena hal ini. Arjuna, yang panahnya mementalkan kereta Karna berpuluh-puluh meter, heran atas pujian Khrisna ini dan meminta penjelasan kepadanya. Khrisna menjawab, “Arjuna, aku sendiri yang memiliki berat seluruh alam semesta duduk di kereta ini dan kereta ini juga dilindungi oleh Hanuman (kereta Arjuna memakai bendera Hanuman). Bila hanya engkau sendiri yang ada di kereta ini, kereta ini akan terlempar mengeliling. 

Kelahiran Karna
Ibu dari Karna dan Panca Pandawa yaitu Kunti, pernah mencoba sebuah aji pada masa kecilnya untuk memanggil seorang Dewa. Yang dipanggilnya adalah Dewa Matahari dan beliau membuatnya hamil. Putranya akan keluar dari telinga untuk menjaga keperawanan Kunti, maka dinamakannya Karna. Nama-nama Karna lainnya berhubungan dengan statusnya sebagai putra Dewa Matahari, yaitu Arkasuta, Suryatmaja dan lain sebagainya. Oleh ibunya, Karna dihanyutkan di sungai sampai ia ditemukan oleh seorang Prabu Radeya dan diangkat anak, sayangnya kerajaan Prabu Radeya tunduk kepada Hastinapura dan ia dibesarkan oleh seorang sais prabu Dretarastra, yang bernama Nandana atau Adirata. 
Meskipun Karna masih saudara seibu dengan Yudistira, Werkodara, dan Arjuna, tetapi para Pandawa tidak mengetahuinya sampai ia gugur di perang Bharatayuddha. Sehingga mereka suka menghinanya. 

Pemanah tangguh
Karna sangat mahir menggunakan senjata panah. Kesaktiannya setara dengan Arjuna. Mempunyai senjata andalan bernama Kunta. Suatu ketika, ketika terjadi uji tanding antara Korawa dengan Pandawa sebagi murid-murid Dorna, Karna berhasil menandingi kesaktian Arjuna. Namun karena Karna bukan raja atau anak raja maka beliau diusir dari arena. Karena mengetahui kesaktiannya, maka Duryodana, ketua para Korawa mengangkatnya menjadi raja Awangga. Sejak itu Karna bersumpah setia kepada Duryodana. 

Senjata andalannya, panah kunta adalah pemberian batara Narada karena beliau mengira bahwa Karna adalah Arjuna karena kemiripannya. Panah tersebut adalah senjata yang paling ampuh, bahkan melebihi cakra prabu kresna dan pasopati Arjuna, namun untungnya hanya sekali pakai. Sarung dari panah tersebut yang masih disimpan Batara Narada kemudian dititpkan ke Bima untuk diberikan ke Arjuna adalah saat para pandawa mengetahui bahwa Batara Narada salah alamat. Sarung dari Kunta tersebut kemudian dipakai untuk memutus tali pusar bayi Tetuka/ Gatotkaca. 

Kesaktian yang didapat Karna dalam versi lain
Karna dilahirkan memakai anting-anting dan baju kebal pemberian ayahnya (Batara Surya). Kunti, ibunya, mengenal dirinya saat adu ketrampilan murid-murid Dorna karena melihat anting-anting tersebut. Selama memakai kedua benda ini Karna tidak akan mati oleh senjata apapun. Hal ini diketahui oleh Batara Indra yang sangat menyayangi Arjuna. Oleh karena itu beliau meminta benda tersebut dengan menyamar sebagai seorang pengemis. Batara Surya mendahuluinya dengan menemui Karna terlebih dulu dan memperingatkan Karna. Tapi Karna menganggap mati dalam perang tanding lebih terhormat daripada panjang umur. Batara Surya kemudian menyarankan Karna untuk meminta senjata ampuh sebagai kompensasi atas kedua benda tersebut. Hal ini disanggupi Karna. Ketika pengemis itu datang, Karna langsung mengenalinya dan memberi hormat dan pengemis itu berubah kembali menjadi Batara Indra. Sebagai kompensasi, Batara Indra memberi senjata Kunta kepada Karna. 

Peran Karna dalam Bharatayuddha
Kresna mengetahui bahwa Karna adalah pandawa sulung, namun lain ayah. Dan semua tahu bahwa Karna lah pemilik Kunta. Kresna sempat ingin membuat Karna memihak pandawa pada Bharatayuda mendatang dan ia mengatur sebuah pertemuan rahasia antara Karna dan ibunya Kunti. Karna pun memelas setelah ia melihat ibunya menangis namun ia menganjurkan ibunya untuk tetap tegar karena ia melakukan kewajiban bela negara ia juga memberi tahu ibunya bahwa selain dia berkorban demi negara ia juga akan menyelamatkan para Pandawa lima karena ia tidak akan menggunakan panah Kunta untuk membunuh Arjuna dan saat ia berperang dengan Arjuna dia memastikan bahwa Arjuna tidak tahu bahwa Karna adalah kakaknya sendiri sehingga tidak segan membunuhnya. 
Pada perang Bharatayuddha, ia membunuh Gatotkaca dan hampir membunuh Arjuna. Tetapi Arjuna menang bertanding dan Karna pun gugur. Baru setelah Karna gugur, para Pandawa mengetahui asal usulnya dan mereka sangat terpukul oleh hal ini.
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Instagram

Facebook

Twitter

Youtube

POPULAR POSTS

  • (tanpa judul)
  • (tanpa judul)
  • PENGERTIAN WAYANG
  • Keanekaragaman kebudayaan di indonesia
  • Properti Tari Topeng
  • TARI SINTREN
  • Beberapa bukti tentang superioritas karna atas arjuna
  • (tanpa judul)
  • (tanpa judul)
  • Kesenian Cirebon yang Hampir Punah

Categories

adat adat budaya Adipati adipatikarna angklung anting bharatayudha budaya budaya warisan busana cirebon daerah gamelan gatot kaca gembyung indonesia jawa barat Karna kencana kepunahan kesenian Kesenian Tari magis nusantara pelestarian pengertian properti sanggar sejarah seni seni budaya seni daerah seni musik seni tari senjata sakti sintren tari tari adipatikarna tari dewi banowati tari jayengrana tari sintren tari topeng.tari indonesia tari wayang tari wayang gong tarling topeng tradisional tradusyonal ungu wayang wayang kulit

Sanggar Seni Kencana Ungu

Diberdayakan oleh Blogger.

Kontributor

  • Astriany
  • Azkanajmu
  • Deni Hidayat
  • FIRA AFRILIA
  • Habil ibnu abdillah
  • Risma Mardiantika
  • Sanggar Kencana Ungu
  • YM

Seni Angklung

Sejarah Perkembangan Angklung Mengenai asal-usulnya, tidak ada petunjuk sejak kapan Angklung ini digunakan. Adapun ketika melihat bentuk ...

Blog Archive

  • Januari (37)
  • Desember (19)

Cari Blog Ini

  • Home
  • Travel
  • Life Style
    • Category
    • Category
    • Category
  • About
  • Contact
  • Shop

Popular Posts

  • Tari Wayang Adipati Karna
  • TARI WAYANG ADIPATI KARNA

Total Tayangan Halaman

Popular Posts

  • (tanpa judul)
  • (tanpa judul)
  • PENGERTIAN WAYANG

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates